Sukses

Mungkinkah Reshuffle?

Sudah 1 kali Jokowi dan JK merombak susunan kabinetnya.

Liputan6.com, Jakarta - Sudah 1 kali Jokowi dan JK merombak susunan kabinetnya. Reshuffle yang pertama itu digelar pada Agustus 2015, cuma beberapa bulan menjelang momen 1 tahun kepemimpinan sang presiden dan wapresnya.

Tak berselang lama, kini isu reshuffle kembali mengemuka. Kabarnya, akan ada sejumlah pos menteri dan pejabat setingkat menteri yang diganti. Bahkan, ada kabar yang mengatakan, reshuffle akan dilakukan usai pelaksanaan pilkada serentak pada 9 Desember 2015 mendatang.

Pertanyaan demi pertanyaan pun mengalir membanjiri kedua pemimpin RI itu. Keduanya kompak 'geleng-geleng kepala'. Apalagi Wapres Jusuf Kalla, berulang kali dia membantah.

JK mengaku, belum ada pembicaraan dengan Jokowi terkait isu reshuffle jilid 2 tersebut.

Namun entah serius, entah bercanda. Belakangan Wapres JK sendiri yang memperkuat dugaan tersebut. Dia menyatakan, ada kemungkinan jika Jokowi kembali melakukan bongkar pasang susunan menteri dan pejabat negaranya dalam waktu dekat.

"Kan, soal ini (reshuffle) selalu saya dengan Presiden membicarakannya. Untuk hal yang itu belum kita bicarakan sampai saat ini. Mungkin besok, lusa, siapa tahu dibicarakan, tapi sampai hari ini belum dibicarakan," ucap JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (6/11/2015).

Meski begitu ia tak menampik ada beberapa menteri yang hanya pura-pura baik. Namun, dia tak menyebutkan sosok menteri yang pura-pura baik tersebut.

"‎(Internal pemerintahan) Baik. Tapi di luar kadang-kadang (ada) yang pura-pura baik," kata JK.

Lalu bagaimana dengan Jokowi?

Sinyal Jokowi

Tak berjarak lama dari pernyataan  JK, sang presiden yang tengah berada di Lampung memutuskan untuk membatalkan kunjungan kerjanya ke Sumatera Selatan pada 7 November 2015.

Politisi PDIP itu sebelumnya dijadwalkan mengunjungi Kabupaten Muara Enim ‎untuk meresmikan ‎Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang pada 7 November 2015.

Namun mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut membantah. Saat dikonfirmasi, Jokowi menyatakan pembatalan kunjungannya ke Sumsel bukan karena adanya rapat pembahasan reshuffle.

"Ndak, kata siapa? Ndak ada," ucap Jokowi.

Presiden Jokowi didampingi Wapres Jusuf Kalla beserta menteri melakukan Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta,(2/11/2015). Sidang membahas APBN 2016, Persiapan Pilkada, dan Paket Kebijakan Ekonomi VI. (Liputam6.com/Faizal Fanani)

Menanggapi hal ini, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno juga enggan berkomentar mengenai alasan pembatalan kunjungan sang Presiden ke Sumsel.

"Ada-ada saja," ujar Pratikno.

Sumber Liputan6.com di Istana juga menyebut batalnya kunjungan Jokowi tersebut tak terkait isu reshuffle. Melainkan lantaran sang Presiden ingin beristirahat.

"Beliau agak capek, ingin istirahat," kata sumber tersebut. 

Namun tak heran jika khalayak mengendus kemungkinan reshuffle tersebut.

Apalagi Jokowi dan orang-orang di sekitarnya tak henti-henti mengirimkan 'sinyal' reshuffle. Selasa 3 November 2015, sejumlah petinggi partai politik Koalisi Indonesia Hebat (KIH) berkumpul di rumah Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, 

Namun Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristianto membantah, ada pembahasan dinamika politik nasional dalam pertemuan itu yang salah satunya mengenai pergantian menteri atau reshuffle jilid II.

"Oh enggak. Kalau persoalan seperti sejak dulu sikap kita serahkan ke Presiden. Presiden mengambil keputusan yang terbaik. Pertemuan ini biasanya dilakukan sebelum dilakukan bersama Presiden," ujar Hasto pada 3 November 2015 lalu.

Sementara Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung menyatakan, dalam waktu dekat Jokowi akan bertemu dengan para ketua parpol di KIH. Dia mengatakan, pertemuan itu merupakan agenda rutin untuk membahas sejumlah hal terkait dengan program-program pemerintah dan mengenai situasi politik saat ini. 

"Yang jelas dalam waktu dekat presiden akan bertemu dengan pimpinan partai KIH. Update beberapa hal terutama masalah APBN, kemudian juga perkembangan sosial politik dan juga pertemuan itu kan sudah dijadwalkan seharusnya tiap awal bulan, tapi ini kan hampir 2 bulan," ujar Pramono Anung di Istana Kepresidenan.

Presiden Joko Widodo dan Ketua DPR Setya Novanto (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Namun sinyal-sinyal reshuffle tersebut tak berhenti di situ.

Tak lama, 5 pimpinan DPR mendatangi Istana Kepresidenan, Jakarta pada 5 November 2015. Ketua DPR Setya Novanto tampak lebih dulu memasuki Istana Kepresidenan, Jakarta, pada pukul 11.05 WIB. Disusul‎ kemudian 4 Wakil Ketua DPR, yakni Fadli Zon, Fahri Hamzah, Taufik Kurniawan, dan Agus Hermanto.‎

Namun Fadli menyatakan, tak ada pembahasan reshuffle dalam pertemuan itu.

Sedangkan Ketua DPR Setya Novanto mengaku banyak hal dibahas dalam pertemuan tersebut. Dia mengatakan, juga sempat membicarakan kinerja para menteri Kabinet Kerja selama setahun pemerintahan Jokowi-JK. Namun, soal reshuffle kabinet yang isunya kian santer, Setnov mengaku hal tersebut diserahkan sepenuhnya kepada Jokowi.

Selain itu, politikus Partai Golkar ini menuturkan dari partainya juga tak pernah ‎membahas masukan apa yang akan diberikan Jokowi untuk merombak kabinetnya. Namun, kata dia, Golkar tetap melakukan koreksi terhadap kebijakan yang dijalankan pemerintah.

"Ya, kalau memberi masukan kan semuanya kita serahkan ke Presiden. Jadi tentu Presiden silakan saja (jika ingin reshuffle). Itu bukan area kami," ujar Setya.

Presiden Jokowi (kanan) berjabat tangan dengan Ketum PAN Zulkifli Hasan usai memberi keterangan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (2/9/2015). PAN menyatakan resmi bergabung dengan koalisi partai pendukung pemerintah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sinyal reshuffle tak cuma datang dari PAN dan pimpinan DPR. Pertanda tersebut juga datang dari Partai Amanat Nasional (PAN). Partai dari Koalisi Merah Putih (KMP) itu kini berada di sisi pemerintah. Partai itu mengumpulkan sejumlah petingginya dan menggelar rapat tertutup pada 26 Oktober 2015.

Kabarnya, kader Partai Amanat Nasional (PAN) akan mendapat jatah posisi menteri di Kabinet Kerja. Benarkah?

Pertemuan tersebut berjalan tertutup selama kurang lebih 2 jam. Namun tak ada satu pun yang mengatakan ada pembahasan soal reshuffle dalam pertemuan itu.

Ketua Umum DPP PAN yang juga Ketua MPR Zulkifli Hasan pun mengonfirmasi hal ini pada 4 November 2015.

"Itu hak Pak Presiden. Soal reshuffle berkali-kali disampaikan, itu haknya Bapak Presiden. Saya Ketua MPR kan, paham tata negara," kata Zulkifli.

Pun demikian dengan kabar yang menyebut PAN akan mendapat jatah posisi Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (Kemen KLH), yang saat ini dijabat politikus Partai Nasdem, Siti Nurbaya.

"Nggak ada (bahas reshuffle). Bahas urusan lain," ucap pria berkacamata itu.

Angin Reshuffle

Sementara itu, kursi Jaksa Agung tetap aman. Politikus Partai Nasdem HM Prasetyo bisa duduk lebih lama memimpin Kejaksaan Agung. Sekalipun posisinya tengah ‘digoyang angin’.

Dia masuk dalam radar calon pejabat yang namanya disebut-sebut bakal digeser dari Kabinet Jokowi-JK. Hal ini lantaran dia disebut-sebut terlibat kasus dugaan korupsi bansos Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho.

Namun Wakil Presiden Jusuf Kalla punya pandangan lain. Meski angin berembus ke arah sang Jaksa Agung, pria yang karib disapa JK itu tetap percaya pada HM Prasetyo. JK memastikan, HM Prasetyo tak akan diganti.

Kinerjanya dinilai baik selama ini. "Saya bilang tidak. Kalau mau dengar isu (pergantian Jaksa Agung), wah ini pusing kalian. Isu di mana-mana," tutur JK.

Tak cuma Prasetyo. Sejumlah pejabat yang dikabarkan bakal diganti, di antaranya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Perindustrian Saleh Husin, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi, serta Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi.

Menteri BUMN Rini Soemarno disebut sebagai menteri yang potensial dicopot. Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno menilai, Rini pantas diganti. Hal ini lantaran masuknya penyertaan modal negara (PMN) dalam RAPBN 2016.

Masuknya PMN dalam anggaran dinilai malah membuat BUMN sebagai beban, bukannya aset.

"Kebijakannya tidak tepat. Memberi beban bagi negara. Kebijakan Bu Rini merugikan keuangan negara," kata Hendrawan pada 30 Oktober 2015.

"Kebijakannya tidak tepat. Memberi beban bagi negara. Kebijakan Bu Rini merugikan keuangan negara. Saya kira itu yang harus dipertimbangkan (Rini Soemarno diganti). Cari figur tepat untuk sinergi BUMN. Yang kita butuhkan pemikiran kreatif dan solutif."

Sementara itu, tak semua menteri memiliki kinerja buruk. Lembaga Klimatologi Politik (LKP) mencatat ada 7 menteri dengan kinerja terbaik selama setahun pemerintahan Presiden Jokowi-JK.

Ketujuh orang itu, yakni Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan dan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawangsa.

Lalu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli, Menteri PAN-RB Yuddy Chrisnandi, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, serta Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

Lantas siapakah nama-nama pejabat tersebut yang masuk dalam daftar reshuffle jilid II Jokowi-JK? (Ndy/Rmn)