Sukses

Ahok: BPK Hanya Buat Laporan, Bukan Sita Ponsel Kayak Penyidik

Ahok berkesimpulan oknum BPK tersebut bekerja sangat tendensius.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Pandjaitan mendadak memanggil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, pada Jumat 6 November 2015 siang.

Dalam pertemuan itu, Ahok mengaku bercerita kepada Luhut terkait perseteruannya dengan oknum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang masalah pembelian lahan rumah sakit Sumber Waras.

"Kita akan sampaikan pada Pak Luhut, bukti tendensiusnya oknum BPK," kata Ahok di JI Expo Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu (7/11/2015).

Ahok menyebut, ada oknum BPK yang melewati dari batas tugas pokok dan fungsinya. Sehingga, ia berkesimpulan oknum BPK tersebut sangat tendensius.

"Macem-macem, seperti sita handphone kita, kayak penyidik. Itu kan nggak boleh," ucap dia.

Sepengetahuan mantan Bupati Belitung Timur ini, BPK hanya mempunyai tugas membuat laporan dan temuan tentang keuangan. Lalu menyampaikan ke aparat penegak hukum.

"Jadi BPK tuh hanya buat laporan, temuan, diserahkan kepada KPK, polisi, atau jaksa, gitu. Bukan melakukan penyitaan macam-macam, itu bukan tugas BPK," tandas dia.

Kisruh Sumber Waras

Masalah ini bermula dari evaluasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) 2014. Dalam LHP BPK terhadap laporan keuangan APBD DKI tahun 2014, ditemukan adanya kelebihan bayar hingga Rp 191 miliar atas pembelian lahan RS Sumber Waras. Padahal, pembeliannya sudah sesuai harga NJOP di lokasi tersebut.

Rencananya di lahan itu, Pemprov DKI akan membangun rumah sakit kanker dan jantung setara dengan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Salemba, Jakarta Pusat.

Proses pembelian lahan memang berawal dari permintaan RS Sumber Waras untuk mengalihkan fungsi rumah sakit menjadi lahan komersial. Tapi, Ahok tidak mengizinkan. Akhirnya, lahan itu dibeli Pemprov mengingat DKI membutuhkan rumah sakit khusus untuk jantung dan kanker.

Namun, menurut Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, lahan yang dibeli pemprov terbilang tidak mahal. Pemprov mendapat berbagai kelebihan melalui proses negosiasi, seperti bebas biaya administrasi dan balik nama.

"(Nilai Jual Objek Pajak atau) NJOP-nya tetap sama dari Mei hingga Desember 2014. Tapi kalau dibeli tahun ini pasti sudah berbeda NJOP-nya. Dulu kan Rp 20 juta, mungkin sekarang bisa Rp 21-22 juta. tapi itu harus ditanyakan dulu ke Dinas Pajak untuk nilai NJOP-nya," ujar Heru. (Ali/Sun)