Liputan6.com, Yogyakarta - Hujan mulai mengguyur wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam beberapa hari terakhir ini. Namun, belum semua wilayah merasakan hujan setelah kekeringan panjang.
Koordinator Operasional Stasiun Klimatologi, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta Joko Budiono mengatakan, karena lamanya dampak El Nino membuat sebagian warga Yogyakarta lama tidak merasakan hujan.
"Ada yang sampai 5 bulan, jadi tempat tertentu sampai 170 hari. Ada yang 184 hari tidak merasakan hujan yaitu di Ponorogo Bantul. Tapi tempat di Gunungkidul itu juga sampai ratusan yang belum kena air hujan," ujar Joko kepada Liputan6.com Senin 9 November 2015.
Baca Juga
Joko menjelaskan, saat ini memasuki masa pencaroba atau masa peralihan dari musim kemarau ke penghujan. Pada masa pencaroba, biasanya awan konvektif atau awan Cumulonimbus (CB) mulai muncul pagi hari namun tidak merata. Sementara siang atau sore hari baru turun hujan, namun berbeda kondisi cuaca saat musim hujan tiba.
"Kalau sudah musim hujan itu hujannya sudah tidak mengenal waktu, bisa pagi, siang, sore, atau malam. Nanti musim hujan dirasakan pertama Sleman, Kulonprogo, Kota Yogya, lalu Bantul, dan terakhir Gunungkidul pada awal Desember. Merata ya Desember," jelas dia.
Sementara, Staf Data dan Informasi BMKG DIY Etik Setyaningrum mengatakan, saat musim kemarau dan masa peralihan terlihat perbedaan cuaca pada siang hari. Saat musim kemarau suhu cuaca pada siang hari di DIY bisa mencapai 37°C. Sementara saat musim pencaroba hanya sampai 35-36°C.
"Oktober paling panas 37 derajat itu 17 Oktober kemarin, kalau November masih di bawah 36. Jadi panas nya ini karena awan awan konvektif, yang istilahnya mulai banyak awannya. Ya kalau dulu itu kan nggak ada awan, jadi teriknya benar benar clear nggak ada awan. Kalau sekarang itu panasnya karena mau hujan," pungkas Etik. (Rmn/Mvi)