Liputan6.com, Jakarta - Penonton Dr. No (1962) pasti ingat adegan ini. Di sebuah pantai pada siang hari yang lengas, James Bond tertidur di bawah pepohonan. Sayup-sayup terdengar seseorang bernyanyi. Ia terbangun, waspada, jangan-jangan ada musuh menguntit. Mengambil pistol kecil Walther PPK, ia mencari sumber suara.
Bond terperanjat melihat pemandangan elok di depannya. Dari laut muncul seorang wanita jelita menenteng kerang. Ia seperti bidadari yang baru selesai mandi. Bikini two-piece putih yang hanya menutup payudara dan kemaluan membuatnya nyaris telanjang.
Si gadis jelita masih mendendangkan lagu Underneath the Mango Tree. Sampai Bond yang kini tahu wanita di depannya bukan ancaman, menimpali lirik lagu itu. Sejurus kemudian Bond mengajak si wanita berkenalan. Wanita berbikini putih itu adalah Honey Ryder (diperankan Ursula Andres).
Momen itu adalah kemunculan perdana gadis Bond alias Bond Girl’s, sebutan generik bagi cewek-cewek yang dipacari (baca: ditiduri) si agen rahasia berkode 007, entah kawan maupun lawan. Akan terasa hambar sebuah film James Bond tanpa 'cewek-cewek Bond.' Bak makanan tanpa garam.
Bersama alat-alat canggih dan mobil-mobil keren, gadis-gadis Bond seolah bahan dasar yang mesti ada dalam setiap film James Bond. Karakter Bond yang seorang playboy kelas kakap membuat ia selalu dikelilingi wanita-wanita cantik di setiap aksinya.
Advertisement
Film pertama James Bond bukanlah produksi kolosal nan mahal. Anggarannya tak sampai USD 1 juta. Maka, untuk memerankan sosok gadis Bond, produser Albert R. Broccoli mencari "aktris cantik yang tak dikenal, yang takkan menuntut bayaran tinggi."
Sampai 3 minggu sebelum syuting mulai, pemeran gadis Bond belum ketemu. Sampai datanglah Ursula didorong suaminya kala itu, John Derek, ikutan kasting.
Suaminya percaya kemolekan Ursula amat pas buat peran gadis Bond. Dan ternyata benar demikian. Selain itu, Ursula juga mau dibayar murah, tak sampai 10 ribu dolar.
Sejak Ursula menjadi Honey Ryder, gadis-gadis Bond datang silih-berganti. Namanya aneh-aneh. Kalau Honey terdengar tak cukup aneh, coba cermati nama-nama berikut:
Pussy Galore (di film Goldfinger, 1964), Domino Derval (Thunderball, 1965), Kissy Suzuki (You Only Live Twice, 1967), Tracy Di Vicenzo (On Her Majesty's Secret Service, 1969), Solitaire (Live and Let Die, 1973), Mary Goodnight (The Man With the Golden Gun, 1974), Holly Goodhead (Moonraker, 1979).
Ada juga Octopussy (Octopussy, 1983), Stacey Sutton dan May Day (A View to a Kill, 1985), Xenia Onatopp (Goldeneye, 1995), Christmas Jones (The World is Not Enough, 1999), Jinx (Die Another Day, 2003), Vesper Lynd (Casino Royale, 2006), Strawberry Fields (Quantum of Solace, 2008), hingga Severine (Skyfall, 2012) atau Madeleine Swann (Spectre, 2015).
Ciri-ciri Cewek Bond
Selain bernama tak lazim, gadis-gadis Bond umumnya bertubuh molek. Ini rasanya jadi salah satu jualan utama film-film Bond.
Hal ini juga diakui seorang cewek Bond. Saat ditanya TV Guide apa syarat jadi gadis Bond, Luciana Paluzzi, pemeran Fiona Volpe di Thunderball (1965) bilang seorang artis dipilih jadi gadis Bond "karena penampilannya."
Seorang gadis Bond lain, Lana Wood (Plenty O'Toole di Diamonds Are Forever, 1971) menimpali, "Gadis Bond mesti cantik dan berkaki panjang, dari sini sampai sini (Lana menunjuk dari tanah sampai leher)."
Nah, lantaran menjual keseksian, gadis-gadis Bond sempat dikecam kaum feminis. Selain itu, cara pandang Bond terhadap wanita juga dianggap problematis.
Seperti terekam dari tulisan Robert ARP dan Kevin S. Decker di artikel “Ciuman Fatal Itu: Bond, Etika, dan Objektifikasi Wanita” di buku James Bond and Philosophy: Questions Are Forever (penerbit Lentera, 2008), yang menyoroti James Bond dari kacamata filsafat.
”Ketika menyangkut wanita, pesona menggoda Bond ada di sisi gelapnya. Bond menggunakan kekerasan, intimidasi, dan berbohong untuk mendapatkan kenikmatan seksual dan untuk menyelesaikan pekerjaannya.”
Lebih jauh pula, keduanya menjelaskan kenapa film-film James Bond lebih banyak ditonton pria ketimbang wanita, yakni sesungguhnya pria lebih aktif secara seksual, bahkan lebih aktif ketimbang wanita. Lewat film-film Bond, para pria bisa mengekspresikan fantasi mereka dalam sebuah kondisi “yang aman,” alih-alih melibatkan yang lain.
Meski dituding merendahkan martabat wanita. Sebenarnya, bila dicermati lebih jauh, gadis-gadis Bond tak hanya merelakan tubuhnya bagi si agen rahasia penyuka vodka-martini itu. Mereka juga mandiri, dan malah sering jadi durjana tangguh yang membuat Bond (baca: lelaki) kewalahan.
Pussy Galore, misalnya, bisa menerbangkan pesawat dan jago judo. Sedang sosok seperti Tracy di Vicenzo membuat Bond, sang playboy, luluh dan bersedia menikahinya. Hal demikian utamanya berlangsung di film-film Bond era 1970-an. Kala itu, wanita mulai menuntut haknya untuk disamakan dengan pria.
"(Penggambaran gadis Bond yang tangguh) cermin tahun '70-an. Saat itu kami (wanita) mulai menentukan nasib sendiri. Dan saya bangga jadi bagian yang menggambarkan masa-masa itu," kata Jill St. John (Tiffany Case, Diamonds are Forever). Tapi Jill tak lupa menyelipkan kalimat, "Saya tetap ingin terlihat glamor."
Menginjak 1980-an, kala Bond diperankan Roger Moore dan Timothy Dalton, gadis-gadis Bond terkesan cuma jadi "cewek pelengkap penderita." Bond hadir bak pahlawan yang siap menolong teman wanitanya.
Gadis Bond tampil jadi tempelan. "Sebenarnya tak menyenangkan jadi hiasan saja. Sebagai aktris, itu bukan peran impian," kata Maud Adams, pemeran cewek Bond di The Man in the Golden Gun dan Octopussy.
Kini, gadis-gadis Bond terlihat sama tangguhnya dengan Bond. Wai Lim (diperankan Michelle Yeoh) di Tomorrow Never Dies, seorang agen rahasia nan perkasa dari Tiongkok. Pun demikian dengan Jinx (Halle Berry) di Die Another Day yang seorang agen NSA, dinas rahasia AS.
Tapi, sekali lagi, tentu saja tangguh saja tak cukup. Gadis Bond mesti tetap seksi. Perihal ini dialami Berry saat syuting Die, 2002 lalu. "Pengarahan yang saya terima cuma 'Jadilah seksi,'" bilang Berry, cewek Bond yang juga peraih Oscar. Dan, Berry tampil seksi.
Tahun ini, lewat film Bond teranyar, Spectre, sebutan gadis Bond disematkan pada aktris Italia, Monica Bellucci (pemeran Lucia Sciarra) dan Lea Seydoux (pemeran Madeleine Swann).
Pada usia 50 tahun, Bellucci menjadi aktris tertua yang jadi gadis Bond. “Saya menaruh hormat pada semua gadis-gadis James Bond. Menurut saya mereka semua aktris yang cantik dan berbakat. Sungguh menyenangkan menjadi bagian dari sejarah,” kata Bellucci yang pernah main dalam film Malena (2000).
Tentang perannya, Seydoux berkata, “(Gadis yang saya mainkan) pintar, mandiri, dan tak ingin berurusan dengan Bond saat pertama ketemu. Dia tak terkesan pada James Bond."
Yang sudah nonton Spectre maupun yang belum tentu dapat menebak karakter Madeleine Swann yang dimainkan Seydoux tak tahan menahan godaan Bond. Kita pun melihatnya bercinta penuh nafsu di kabin kereta dengan Bond.
Kalau dihitung-hitung dalam 24 film Bond resmi dan 2 tak resmi, Bond sudah mengencani lebih dari 3 lusin wanita. Kira-kira bagaimana bila gadis-gadis Bond itu bertemu lagi dengan Bond?
Maud Adams punya jawabannya, "Kami akan minta dia tanggung jawab, 'Hei, ini anak harammu.'" (Hmb/Yus)**
Advertisement