Sukses

Pelaku Industri Diminta Tak Cemaskan Draf RUU Minuman Beralkohol

Pansus Minol ingin memberikan sumbangsih memberikan sumbangsih memberikan jaminan perlindungan bagi masyarakat terkait bahaya minuman keras.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Panitia Khusus (Pansus) Minuman Beralkohol (Minol) Arwani Thomafi mengatakan, sejak awal draf Rancangan Undang-Undang Minuman Beralkohol mencakup semua hal seperti pelarangan konsumsi, perdagangan dengan pengecualian untuk kepentingan terbatas.

"Semangat yang kami usung adalah pelarangan agar minol dijauhi oleh masyarakat. Karena apa, karena dampak negatifnya ini. Namun tetap minol ada untuk kepentingan terbatas,"  ujar Arwani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (10/11/2015)

Arwani melanjutkan, para kalangan industri, wisatawan, pengusaha pariwisata dan juga investor tidak perlu khawatir. Karena ada pengecualian dan tidak perlu ada pabrik yang ditutup.

"Jadi wisatawan dan kalangan industri yang bergerak di dalamnya tidak harus khawatir," tandas Arwani.

Dia menjelaskan, semua jenis minol dilarang dalam RUU Minol seperti klasifikasi minol Golongan A, Golongan B, Golongan C, dan minuman beralkohol tradisional.

"Pengecualian itu terkait industri dan pariwisata sementara terkait dampak negatifnya harus benar-benar diantisipasi. Di sana negara hadir, UU ingin menegaskan bahwa negara memberikan perlindungan masyarakat dengan memberikan perlindungan kesehatan," ujar politikus PPP ini.

Arwani juga menegaskan, bahwa pansus tidak antipati dengan industri dan investasi khususnya minol dan disadari bahwa ada ribuan masyarakat yang menggantungkan hidup di sektor itu.

Namun menurut dia, pansus ingin memberikan pendapat bahwa ada dampak negatif dari minol sehingga diperlukan saluran pengendalian.

"Kami tidak akan keluar rel dari pembentukan UU Minol, kami terdiri dari berbagai komisi dan semuanya memberikan masukan secara komprehensif," kata Arwani.

Menurut dia, Pansus Minol tidak mau hanya sekedar memberikan tumpukan kertas dalam bentuk UU namun ingin memberikan sumbangsih memberikan jaminan perlindungan bagi masyarakat.

"Tujuannya ingin negara itu hadir dalam perlindungan masyarakat, agar masyarakat semakin dijauhkan dari dampak negatif minol. Kita tidak ingin di satu sisi kita melarang total, tetapi di sisi lain ada realitas di lapangan," jelas dia.

Sementara itu, dosen Antropologi dan Budaya Universitas Indonesia Raymond mengatakan, secara budaya mengonsumsi minol sudah ada sejak lama sehingga pemerintah tidak boleh memuat aturan pelarangannya.

Dia setuju apabila pembatasan penjualan minol namun saat ini isu yang beredar adalah anti miras. "Saat ini yang penting adalah bagaimana pengawasannya dan tidak perlu membuat aturan baru," ujar Raymond.

Dia menilai tiap daerah memiliki karakter berbeda terkait minol, misalnya di Bali merupakan hal yang biasa. Menurut dia, tidak ada korelasinya apabila dihubungkan antara tingkat kriminalitas dengan peredaran minol.

"Berapa persen datanya generasi muda meninggal, datanya berapa. Apabila dia minum namun tidak membuat kejahatan lalu apa dasar masalahnya," pungkas Raymond. (Dms/Ans)