Sukses

Hakim Belum Mufakat, Putusan Sela Kasus Korupsi PDAM Ditunda

Pada perkara ini, Ilham yag merupakan mantan Wali Kota Makassar ini diduga memperkaya diri sendiri sebesar Rp 5,5 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memilih untuk menunda putusan sela kasus dugaan korupsi proyek Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Kota Makassar dengan terdakwa Ilham Arief Sirajuddin.

Penundaan ini dilakukan lantaran majelis hakim yang diketuai oleh Tito Suud tersebut belum mencapai kata mufakat dalam rapat permusyawaratan hakim mengenai kelanjutan perkara ini.

"Kami memutuskan untuk menunda. Majelis meminta waktu," ujar Hakim Tito Suud di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/11/2015).

Majelis Hakim kemudian menjadwalkan ulang pembacaan putusan sela ini pada 19 November 2015 pekan depan. Dan pada kesempatan itu, hakim juga mengumumkan bahwa persidangan akan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta yang berada di kawasan Bungur, Jakarta Pusat.

"Sekaligus memberitahukan jika sidang selanjutnya akan dilakukan di Gedung Pengadilan Tipikor di Bungur," kata Tito.

Sementara itu, usai hakim mengetuk palu tanda sidang ditunda Ilham Arief Sirajuddin langsung menemui pendukungnya yang telah memadati Gedung Tipikor Jakarta. Di hadapan pendukung yang kebanyakan ibu-ibu ini, politisi Partai Demokrat tersebut meminta terus didoakan agar dapat menjalani proses hukumnya dengan baik.

"Semua orang tidak ada yang mau masuk penjara. Saya ambil hikmahnya, dalam hidup sudah ada yang atur. Ini jalan Tuhan. Tidak ada yang tahu apa yag terjadi. Tidak ada yang saya minta kecuali doa," kata Ilham.

Pada perkara ini, Ilham yang merupakan mantan Wali Kota Makassar ini telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 5,5 miliar dan memperkaya Direktur PT Traya Tirta, Hengky Widjaja, sebesar Rp 40,33 miliar yang seluruhnya bersumber dari selisih penerimaan pembayaran dengan pengeluaran riil PT Traya Tirta Makassar.

Dalam dakwaan, Ilham yang pernah memenangkan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 45,8 miliar.

Perbuatan Ilham itu diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. (Nil/Mut)