Liputan6.com, Jakarta - Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR. Dalam rapat ini, Pansel memaparkan hasil proses seleksinya serta profiling 8 nama capim KPKÂ yang sudah diserahkan ke Presiden dan DPR.
Dalam rapat ini, Komisi III DPR menyebut ada sejumlah nama dari 8 nama capim itu yang tak layak lolos jadi pimpinan KPK. Misalnya seperti yang disampaikan anggota Komisi III DPRÂ Fraksi Partai NasDem, Akbar Faisal, bahwa ada 3 nama yang tak layak lolos.
Baca Juga
"Dari delapan nama yang disodorkan kepada kami, saya katakan ada 3 nama yang sangat tidak layak," kata Akbar di Ruang Rapat Komisi III, Gedung DPR, Jakarta, Selasa (17/11/2015).
Advertisement
Sayangnya, seusai rapat, Akbar enggan membeberkan nama-nama yang dimaksud itu. Dia juga menolak memberikan alasan kenapa 3 nama itu tak layak lolos.
Baca Juga
"Saya belum bisa mengungkap itu. Karena belum masuk fit and proper test," ucap Akbar.
‎Hal sama diutarakan oleh anggota Komisi III dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Asni. Dia bahkan menyebut ada 4 capim KPK yang tak memenuhi syarat, sehingga seharusnya tidak lolos seleksi.
Arsul menjelaskan, 4 nama itu tidak memenuhi syarat yang dimaktubkan dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK (UU KPK). Dalam Pasal 29 huruf d UU KPK disebutkan, syarat pimpinan KPK itu, 'berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian dan pengalaman sekurang-kurangnya 15 tahun di bidang hukum, ekonomi, keuangan atau perbankan'.
"Kalau dilihat dari summary yang kami terima, saya tidak mau bilang tidak memiliki kemampuan, tapi ada (calon) yang tidak memenuhi ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 29 huruf d," kata Arsul.
Unsur Kejaksaan
Tak hanya itu, latar belakang para calon pimpinan KPK juga dipertanyakan. Komisi III menilai dari capim KPK tak ada satu pun yang berasal dari unsur kejaksaan.
"Ada beberapa unsur (8 capim KPK). Tapi kami tidak melihat ada unsur kejaksaan," ujar Anggota Komisi III DPR, Wihadi Wiyanto.
Wihadi pun mempertanyakan kenapa bisa tidak ada unsur kejaksaan dalam 8 nama capim itu. Padahal, sejumlah nama jaksa diketahui ikut mendaftar dan telah beberapa kali lolos tahapan. Semisal Jaksa pada KPK, Yudi Kristiana.
"Apakah memang dari unsur Kejaksaan ini tidak ada yang kompeten?" ujar politikus Partai Gerindra itu.
Mengenai itu, seusai rapat, Anggota Pansel Capim KPK, Yenti Ganarsih memberi komentarnya. Kepada Liputan6.com, Yenti mengatakan, bahwa dasar pemilihan nama-nama yang lolos dilandaskan pada penilaian yang mengacu ke Undang-Undang ‎Nomor 30 tahun 202 tentang KPK (UU KPK).
"Dalam UU KPK tidak ada satu pasal pun yang mengharuskan ada unsur jaksa. Yang ada malah terdiri unsur pemerinrah dan masyarakat," kata Yenti.
Adapun, dalam rapat ini, para anggota Pansel Capim KPK belum menjawab pertanyaan dari kedua anggota fraksi itu. Hal itu disebabkan, pimpinan rapat memutuskan menunda rapat sampai Rabu 18 November malam. Alasannya, masih ada sejumlah anggota dewan yang belum mendapat bahan paparan dari Pansel.
‎Dalam rapat ini, Pansel sudah memaparkan proses seleksi secara keseluruhan serta profil 8 nama calon pimpinan KPK yang telah lolos. 8 Nama itu merupakan hasil seleksi Pansel yang telah diserahkan ke Presiden dan selanjutnya Kepala Negara diserahkan kepada Komisi III DPR.
Sedangkan 2 nama lainnya yakni Busyro Muqoddas dan Robby Arya Brata tak ikut seleksi karena telah menjalani fit and proper test Capim KPK sebelumnya di Komisi III DPR.
Berikut 8 nama Capim KPK yang telah lolos seleksi:
Bidang Pencegahan:
1. Saut Situmorang (Staf Ahli KaBIN)
2. Surya Tjandra (Direktur Trade Union Center dan dosen Atma Jaya)
Bidang Penindakan:
1. Alexander Marwata (Hakim Ad Hoc Tipikor)
2. Brigjen Basaria Panjaitan (Mabes Polri)
Bidang Managemen:
1. Agus Rahardjo (Kepala Lembaga Kebijakan Barang dan Jasa Pemerintah)
2. Sujanarko (Direktur Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Sama antar Komisi KPK)
Bidang Supervisi, Koordinasi, Monitoring:
1. Johan Budi SP (Plt pimpinan KPK)
2. Laode Syarif (dosen hukum Universitas Hasanuddin).
(Ali/Vra)