Sukses

Fadli Zon: Kasus Freeport Karena Menteri ESDM Langgar UU Minerba

UU Minerba Nomor 4 tahun 2009 menyatakan tidak boleh ada lagi kegiatan ekspor hasil tambang sebelum membangun smelter.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengungkap, awal muasal kekisruhan antara Menteri ESDM dan Pimpinan DPR berawal dari kebijakan Sudirman Said yang melanggar Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba). Sehingga berimplikasi ke banyak pihak yang akhirnya membuat PT Freeport Indonesia gencar melakukan lobi ke DPR untuk melakukan perpanjangan kontrak karya yang sebetulnya akan berakhir 2021.

"Dia (Menteri ESDM) memperpanjang izin untuk melakukan ekspor pada Freeport, padahal Undang-Undang mengatakan tidak boleh," tutur Fadli Zon di Gedung DPR, Senayan, Rabu (18/11/2015).

Justru, menurut Fadli, yang boleh di ekspor adalah hasil tambang yang sudah dimurnikan. "Jadi dia (Sudirman Said) melanggar Undang-Undang, itu masalahnya," imbuh Fadli.

Fadli juga menjelaskan, UU Minerba Nomor 4 tahun 2009 menyatakan tidak boleh ada lagi kegiatan ekspor hasil tambang sebelum membangun smelter. Akan tetapi, Kementerian ESDM terus melanjutkan ekspor di mana hal ini jelas melanggar Undang-Undang.

"Jadi pelanggaran Undang-Undang itu sangat jelas dan pasti merugikan negara, jadi dia (Sudirman Said) sebenernya sudah bisa diperiksa oleh KPK karena merugikan keuangan negara," ujar Fadli.

Dia mengungkapkan, bahwa BUMN Indonesia saja tidak boleh melakukan ekspor sebelum membangun smelter, akan tetapi kebijakan Menteri ESDM justru memperbolehkan Freeport melakukan ekspor tanpa smelter. "Ini kan ironis," tandas dia.

Freeport Rugikan Indonesia

Politisi Gerindra itu menuturkan, pertemuan Pimpinan DPR dengan Dirut Freeport justru berasal dari keinginan Freeport sendiri. Pertemuan itu dalam rangka meminta bantuan terkait perpanjangan kontrak.

"Karena kontrak karya itu tidak ada lagi, jadi harus ada divestasi untuk undang-undang yang baru," kata Fadli.

Menurut Fadli, skema kontrak karya dengan Freeport selama ini tidak menguntungkan Indonesia. Bangsa ini sebetulnya yang punya emas di Papua sana, tapi anehnya malah terus dirugikan.

"Bayangkan kita hanya punya saham 9 persen, itu bertentangan dengan konstitusi kita pasal 33 ayat 2 dan ayat 3," tegas Fadli.

Namun Dia juga mengakui, memang sebelumnya ada pertemuan antara Dirut Freeport dengan Setya Novanto. Tapi bagi Fadli, pertemuan ini adalah hal biasa yang dilakukan oleh anggota DPR.

"DPR itu tempat ketemu orang semua, tidak ada yang salah dengan pertemuan itu, apalagi pertemuan itu datang dari pihak PT Freeport sendiri. Ada beberapa kali dari BUMN datang, misalnya dari pertamina atau dari mana, itu biasa menyampaikan aspirasi seperti itu," tutur dia.

Lebih lanjut, Fadli menyerahkan kasus laporan Sudirman Said ini secara prosedural kepada MKD DPR. Akan tetapi dia menilai terdapat sejumlah fakta janggal yang tersingkap di mana kesalahan justru dilakukan oleh Kementerian ESDM itu sendiri.

Termasuk perihal tindakan PT Freeport yang merekam pertemuan informalnya dengan Setya Novanto. "Coba lihat, dimana etikanya? seorang dirut perusahaan tambang bertemu speaker of the house dan kemudian di dalam pertemuan itu direkam, saya kira sama sekali tidak etis," pungkas Fadli. (Dms/Mut)