Sukses

Menko Luhut: Presiden Tetap Tak Perpanjang Freeport Sebelum 2019

Luhut mengatakan, desakan untuk memperpanjang kontrak sebelum 2019 muncul memang sangat dirasakan.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan ‎membuka suara terkait kegaduhan soal negosiasi masa kontrak PT Freeport. Kegaduhan itu timbul setelah banyak pihak mendesak negosiasi tersebut dilakukan sebelum 2019.

"Sikap pemerintah jelas, bahwa presiden tetap tidak akan pernah memperpanjang kontrak Freeport sebelum 2019. Karena itu bertentangan dengan undang-undang. Sikap ini sejalan sejak saya menjadi kepala staf presiden," ujar Luhut di Gedung Kemenkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (19/11/2015).

Menurut dia, negosiasi sebelum 2019 akan melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014. Peraturan ‎yang dibuat saat serah terima jabatan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi itu berbunyi, perpanjangan kontrak itu hanya bisa dilakukan 2 tahun sebelum habis masa kontrak pada 2021.

"Desakan-desakan untuk memperpanjang (kontrak sebelum 2019) muncul dari sana sini itu memang sangat dirasakan. Tetapi secara konsisten,  sepanjang saya jadi kepala staf kepresidenan menyatakan itu tidak bisa," tandas Luhut.

Freeport Seperti Mahakam?

Luhut mengusu‎lkan, agar kontrak Freeport dibuat seperti Blok Mahakam. Di mana ketika masa kontrak Mahakam sudah habis di 2017, maka akan dikembalikan ke pemerintah. Pemerintah kemudian menyerahkan kepada Pertamina untuk mengelolanya.

"Sama juga nanti dengan Freeport. Kalau nanti habis masa kontraknya pada 2021, maka akan dikembalikan ke negara, kemudian negara menunjuk Antam. Dan Antam menjadi pemegang utama, kemudian bisa saja menunjuk Freeport sebagai partner," tutur Luhut.

Ketua DPR Setya Novanto mengakui adanya pertemuan antara dirinya dan petinggi PT Freeport Indonesia.

Dalam pertemuan itu, mereka membahas divestasi, smelter, dan perpanjangan kontrak. Menurut bos Freeport, kata Setya, perpanjangan kontrak karya itu harus dilakukan. Freeport juga meminta kepada Setya agar smelter tidak dibangun di Papua tetapi di Gresik, Jawa Timur.

"Mengenai perpanjangan itu, kalau saya ingat 27 April 2015. Jadi pembangunan struktur itu minta tolong dibantu kalau bisa jangan di Papua, kalau bisa dibangun di Gresik. Karena kalau di Gresik itu sudah siap segala sesuatu infrastrukturnya. Kalau di Papua itu masih belum bisa karena infrastrukturnya belum siap," jelas Luhut.

Freeport juga meminta jaminan kelanjutan operasi PT Freeport Indonesia sampai 2041. Sebab jika tidak diperpanjang, mereka akan menggugat di pengadilan albritase Internasional pada Juli 2016. (Mvi/Mut)