Sukses

Mendagri Minta Pemda Buat Peta Titik Rawan Ideologi Radikal

Langkah ini untuk mendeteksi secara dini terkait penyebaran ideologi radikal di daerah-daerah di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo meminta seluruh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) untuk mendeteksi secara dini terkait penyebaran ideologi radikal di daerah-daerah di Indonesia. Sebab, ideologi tersebut dapat mengarah tindakan terorisme.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini mengatakan, untuk lebih strategis mereka diharuskan membuat peta titik potensi dan kerawanan ideologi radikal. Selain rawan propaganda terorisme, dalam peta itu nantinya pemerintah daerah atau pemda juga menandai area rawan bencana, korupsi, dan konflik sosial.

"Pemetaan ini perlu dilakukan untuk menjaga stabilitas daerah. Itu juga menjadi upaya deteksi dini," ucap Tjahjo di Jakarta, Jumat (20/11/2015).

Tjahjo juga meminta Kesbangpol kabupaten/kota berinisiatif merangkul Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkomida) terhadap persoalan di tingkat wilayah.

Selain Forkomida, Tjahjo juga meminta Kesbangpol turut berkoordinasi dengan tokoh adat, masyarakat dan agama di daerah. Mengingat, dengan berkoordinasi lebih awal, maka segala persoalan bisa diidentifikasi sejak dini.

"Jadi Kesbangpol nanti harus bisa membangun jaringan," tandas Mendagri Tjahjo Kumolo.

Sebelumnya, Dirjen Kesbangpol Kemendagri Soedarmo menyatakan, Badan Kesbangpol di kabupaten/kota dapat memberikan perintah ke camat untuk aktif mendatangi desa dan kelurahan untuk melakukan deteksi dini.

"Jadi ada siskamling dan wajib lapor tamu supaya kondisi masyarakat di tingkat bawah bisa segera diantisipasi," ujar dia.

Menurut Soedarmo, kegiatan itu sejalan dengan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pemerintahan Umum. Ke depannya, Kesbangpol akan menjadi bagian dari instansi pusat di daerah. Selain itu, para camat nantinya secara administrasi dan operasional dikondisikan sebagai perangkat dari Kesbangpol.

Camat berfungsi sebagai penyelenggara pemerintahan umum di tingkat wilayahnya, bukan lagi sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Dengan begitu, imbuh Soedarmo, mereka punya kewenangan untuk aktif mengawasi potensi konflik sosial di masyarakat.

"Namun tugasnya nanti hanya pembinaan kepada masyarakat. Kasih pembekalan dan pengetahuan terkait deteksi dini. Urusan lainnya tugas TNI/Polri," pungkas Soedarmo. (Ans/Mut)