Liputan6.com, Jakarta - Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengaku belum dapat menindaklanjuti rekaman, yang diduga berisi percakapan Ketua DPR Setya Novanto bersama pengusaha minyak berinisial R dan Direktur PT Freeport Indonesia. Menurut dia, perlu ada laporan dari MKD untuk menindaklanjuti rekaman tersebut.
Rekaman itu sebelumnya telah dilaporkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)Â Sudirman Said kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, terkait dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden.
"Perlu ada laporan karena itu menyangkut delik aduan," kata Badrodin di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumt (19/11/2015).
Badrodin menyebutkan, pihaknya belum bisa menyimpulkan apakah terdapat unsur pidana di dalam rekaman percakapan dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden. Ia menyerahkan sepenuhnya kepada MKD.
"Justru saya katakan tergantung substansi materinya. Nanti dari MKD bisa ditemukan fakta-faktanya apa? Yang terjadi di sana apa?" ujar dia.
Baca Juga
Mantan Kapolda Jawa Timur itu menegaskan, rekaman percakapan tersebut belum perlu diserahkan ke Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri untuk diteliti. Dia menyarankan, lebih baik diselesaikan melalui sidang MKD.
"Dengan rekaman saya sampaikan bahwa tidak perlu dicek dulu ke laboratorium forensik. Tetapi silakan diproses dalam persidangan MKD. Jika memang nanti ada yang tidak pas atau mungkin ditolak atau tidak diakui, baru bisa dilakukan pengecekan ke laboratorium forensik," pungkas Badrodin.
Menteri ESDM Sudirman Said 16 November lalu melaporkan kepada MKD DPR, terkait dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden oleh anggota DPR berinisial SN. Dugaan pencatutan nama tersebut diduga terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.
Sementara, SN yang diduga Ketua DPR Setya Novanto telah membantah tudingan miring itu. Menurut dia, dirinya tidak pernah bertemu Menteri ESDM Sudirman Said, namun dia mengaku pernah bertemu pejabat PTÂ Freeport Indonesia.
"Yang pertama tentu saya melihat di media bahwa saya (dikatakan) membawa atau mencatut nama Presiden. Tapi yang jelas bahwa Presiden dan Wapres adalah simbol negara yang harus kita hormati dan juga harus kita lindungi," ujar Setya Novanto di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa 17 November. (Rmn/Sun)