Sukses

Bergulir Mosi Tak Percaya di DPR, Setya Novanto Mengaku Dizalimi

Permintaan mundurnya Setya Novanto dari kursi Ketua DPR juga disuarakan anggota Komisi VII Fraksi PKB Arvin Hakim Toha.

Liputan6.com, Jakarta - Empat anggota DPR lintas fraksi menyatakan mosi tidak percaya kepada Ketua DPR Setya Novanto terkait kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

"Kami siap mempublikasikan bahwa kami siap melakukan mosi tidak percaya pada Ketua DPR RI Setya Novanto. Mosi tidak percaya agar beliau segera mengundurkan diri," kata anggota Komisi III DPR Fraksi Nasdem Taufiqulhadi saat jumpa pers di gedung DPR, Jakarta, Jumat (20/11/2015).

"Kami yakin 10 fraksi di Dewan akan mendukung mosi‎ tidak percaya ini. Akan kami resmikan dengan tanda tangan pada Senin mendatang," kata dia.

Permintaan mundurnya Setya Novanto dari kursi Ketua DPR juga disuarakan anggota Komisi VII Fraksi PKB Arvin Hakim Toha. Ia menyatakan tindakan yang dilakukan pria yang akrab disapa Setnov itu tidak pantas ditolerir lagi.

"Saya minta MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) segera mengusulkan agar beliau dimundurkan," ucap Arvin.

Hal sama juga disuarakan anggota Komisi VII DPR ‎Fraksi PDI Perjuangan Adian Napitupulu. Dia mengatakan mosi tidak percaya ini baru digulirkan bila MKD tidak menyidang dengan benar. Sebab, kasus pencatutan ini telah mencoreng masyarakat.

"MKD kalau tidak adil dan tegas, kita rencana buat mosi tidak percaya. Ini suatu hal yang baru, tapi tidak untuk pribadi, melainkan demi parlemen dan seluruh rakyat Indonesia. DPR tidak bisa berjalan 4 tahun ke depan seperti ini," ujar Adian.

Anggota Komisi VII DPR Fraksi Hanura Inas Nasrullah Zubir mengatakan langkah yang dilakukan Setya Novanto bak makelar sekaligus tukang palak.

"Komandan DPR RI diduga terlibat upaya-upaya makelar atau cenderung saya sebut pemalakan pada Freeport. Seharusnya yang berhubungan dengan Freeport diposisikan pada Komisi VII, kenapa Ketua DPR yang turun tangan?" tanya Zubir.

2 dari 2 halaman

Dizalimi

Dizalimi

Pada kesempatan berbeda, Ketua DPR Setya Novanto merasa dirinya dizalimi terkait kasus dugaan pencatutan nama Jokowi dan Jusuf Kalla. Ia juga menegaskan rekaman yang beredar bukanlah rekaman asli.

"Saya tidak pernah akui rekaman itu. Belum tentu suara saya. Bisa saja diedit dengan tujuan menyudutkan saya. Saya merasa dizalimi. Setelah membentuk tim hukum, kita sampaikan evaluasi dengan tim hukum pribadi," kata Setya Novanto di gedung DPR, Jakarta siang ini.

Politikus Golkar itu‎ mempertanyakan alasan dirinya dituding mencatut nama presiden dan wakil presiden demi perpanjangan kontrak Freeport. Menurut dia, perpanjangan kontrak harus melewati persetujuan anggota Dewan secara keseluruhan.

‎"Kenapa saya harus mencatut Presiden Jokowi mengenai perpanjangan kontrak? Ngapain harus catut? Orang perpanjangan kontrak kan harus persetujuan DPR," tanya dia.

‎Setya Novanto mengatakan dirinya telah menunjuk tim pengacara yang diketuai Rudy Alfonso dan Johnson Pandjaitan. Senin, 23 November mendatang, ada langkah-langkah hukum yang akan disampaikan secara resmi. (Rmn/Mut)**