Liputan6.com, Jakarta - Penjualan organ tubuh manusia seakan sudah jadi hal lumrah di Tanah Air. Seperti menjadi satu-satunya solusi dari sekelumit masalah hidup.
Dari sederet organ, ginjal adalah salah satu yang populer untuk diperjualbelikan selagi sang donor masih hidup. Selain karena besarnya permintaan akibat tingginya angka kerusakan ginjal yang disebabkan gaya hidup, harganya juga fantastis.
Di pasar gelap, harga satu buah ginjal bisa mencapai miliaran rupiah. Pada 2012, misalnya, angkanya tercatat Rp 2,4 miliar.
Baca Juga
Maka tak heran jika seorang ayah muda di Pandeglang, Banten rela berjalan kaki ke Ibu Kota untuk menemui Jokowi. Dia berharap sang presiden akan membayar Rp 1,2 miliar untuk ginjalnya demi membantu biaya berobat sang anak yang menderita penyakit hepatitis.
"Hanya menjual ginjal solusi terbaik untuk menyembuhkan anak saya," kata pria 28 tahun bernama Susanto itu.
Padahal ancaman di balik transaksi jual-beli ginjal sebenarnya sudah diatur oleh UU Kesehatan. Pihak yang melanggar bisa dikenakan hukuman penjara dan denda maksimal mencapai Rp 1 miliar.
Namun tetap belum bisa meredam fenomena sosial ini. Tak cuma Susanto, ada pula kisah ayah yang menjual ginjalnya demi biaya kuliah anaknya. Juga kisah caleg yang menjual ginjal setelah gagal terpilih sebagai anggota dewan.
Berikut sederet kisahnya yang Liputan6.com himpun, Jumat (20/10/2015):
Advertisement
'Jokowi, Bantu Anak Saya...'
Susanto rela menjual ginjalnya kepada Presiden Jokowi Rp 1,2 miliar, untuk mengobati penyakit hepatitis anaknya, Adrian (5).
Untuk mengetuk pintu hati sang presiden, dia bahkan rela berjalan kaki dari kampungnya di Pandeglang, Banten ke Jakarta. Warga Kampung Kalapa Cagak, RT 01 RW 07, Desa Teluk Lada, Kecamatan Sobang, Kabupaten Pandeglang, Banten ini sangat berharap, Jokowi mendengar keluh kesahnya.
"Saya mau jalan kaki ke Istana Presiden, jika Pak Jokowi masih belum mendegar jeritan hati saya," ucap Susanto.
Maka sampailah dia di Istana pada Jumat (20/10/2015) siang. Dengan berkemeja lengan panjang merah dan menggendong ransel, dia berdiri di seberang Istana Negara sambil membawa poster berbunyi, 'Pak Jokowi tolong beli ginjal saya, butuh operasi Rp 1,2 M.'
"Cara halal apapun akan saya lakukan demi kesembuhan anak saya. Saya sudah tidak punya cara lagi mencari uang sebesar itu. Hanya menjual ginjal solusi terbaik untuk menyembuhkan anak saya," tutur Susanto.
Advertisement
Sang Caleg Bayar Utang
Tak sedikit juga para caleg yang gagal menjadi stres saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan nama-nama calon anggota legislatif (caleg) yang terpilih menjadi anggota dewan pada Pilpres 2014 lalu. Padahal sudah banyak uang keluar untuk biaya kampanye.
Maka tak heran jika ada di antara para caleg yang nekat menjual ginjalnya demi melunasi utang-utang yang ia tanggung yang sebelumnya digunakan untuk biaya kampanye.
Termasuk Candra, mantan caleg DPR dari Partai Demokrat.
Candra mengungkap, total biaya menjadi caleg yang telah ia keluarkan mencapai Rp 600 juta. Sementara dia sudah tidak memiliki harta benda apapun, selain beberapa pakaian yang ia kenakan setiap hari dan uang tabungan yang pas-pasan.
Demi memuluskan jalan pencalonannya, Candra mengaku juga telah menggadaikan 3 unit mobil yang ia pinjam dari sebuah rental mobil di Pekalongan.
Perasaan tertekan semakin dia rasakan mengingat saat ini terus dikejar-kejar rentenir.
"Pihak rental nagih kewajiban. Saya juga utang ke salah satu politisi Rp 210 juta, tim sukses Rp 150 juta, yang rental itu total Rp 85 juta, itu 3 mobil digadaikan, yang menggadaikan tim sukses tapi saya yang tanggung jawab," beber Candra pada 15 Mei 2014 lalu.
Tebus Ijazah Ayu
Tak cuma Susanto ayah yang merelakan ginjalnya demi buah hati tercinta. Ada pula Sugiyanto (45). Dia nekat menjual organ tubuhnya demi menebus ijazah anak perempuannya, Sarah Melanda Ayu (19).
Pada Rabu siang yang terik pada 27 Juni 2013, dia bersama putrinya berkeliling Bundaran Hotel Indonesia membawa secarik poster dari kertas.
Yang tertulis: "Kepada saudara yang butuh ginjal, kami siap dibelah demi untuk menebus ijazah." Teriakan dan orasi diselingi musik yang ia mainkan dengan gitar yang disandangnya.
Sugiyanto mengaku nekat karena butuh banyak uang untuk meloloskan ijazah anaknya dari sebuah pesantren di Bogor. Biaya untuk 2 surat keterangan lulus, SMP dan SMA, menurut dia, harus ditebus Rp 17 juta.
Dia menambahkan, masih ada biaya administrasi Rp 20 ribu per hari sejak 2005. Sehingga total biaya yang harus dia tebus sebanyak Rp 70 juta.
"Dan saya tidak mampu untuk menebus semuanya," kata Sugiyanto saat dihubungi Liputan6.com melalui sambungan telepon.
Aksi itu lalu mendapatkan perhatian dari pemerintah. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu M Nuh berjanji menebus ijazah tersebut sehingga Sugiyanto tak perlu menjual ginjalnya. Tak hanya itu, Kemendikbud juga janji membiayai kuliah Ayu.
Advertisement
Demi Ayah
Himpitan ekonomi memaksa Fahmi Rahardiansyah (19) menawarkan ginjalnya melalui situs jual beli. Dia bingung mencari uang untuk biaya pengobatan sang ayah, Muhamad Dik Mahmudi.
Sudah bertahun-tahun ayahandanya menderita sakit darah tinggi. Penyakit orangtuanya kian hari kian parah, sehingga proses pengobatan pun harus lebih intensif.
"Sempat ke Puskesmas, habis sekitar Rp 2,5 juta. Sekarang harus terapi syaraf rutin, sekali terapi bisa habis Rp 1,5 juta," kata Fahmi di Kampung Cariu, Talagasari, Balaraja, Banten pada 13 Maret 2013.
Ayahnya, kata dia, sudah pensiun sebagai PNS di Pemda Cianjur. Uang pensiunnya hanya Rp 800 ribu per bulan. Fahmi mengaku sudah menawarkan ginjalnya dengan harga Rp 50 juta melalui posting iklan di situs jual beli sejak Senin 11 Maret 2013.
"Tapi sampai sekarang belum ada tawaran cocok. Paling tinggi baru Rp 1 juta. Yang serius mau beli belum ada," keluh dia kala itu.
Proposal untuk JK
Kesulitan ekonomi yang dialami Dwi Waryono (47) tampaknya sudah semakin mendesak. Apalagi 2 anaknya hendak masuk sekolah SMK dan TK.
Karena kehabisan ide untuk mencari nafkah, Dwi pun nekat menjual ginjalnya.
Dwi mengaku, dirinya menjadi pengangguran usai dipecat dari perusahaan garmen di Purwakarta pada Maret 2013. Sejak itu, ia gonta-ganti kerja serabutan. Namun, dalam beberapa bulan terakhir, ia sudah tak lagi bekerja serabutan.
Dia berharap ada yang mau membeli ginjalnya. Berapapun uang yang diterima, yang penting ia bisa membiayai anak-anaknya yang hendak masuk sekolah.
Anak pertamanya, Eldi Iqbal Pratama (16), hendak masuk SMK di Purwakarta. Sedangkan anak keduanya, Satria Munji (5), mau masuk TK.
Dwi bahkan mengiklankan niatnya itu di bawah baliho raksasa peringatan kemerdekaan RI bergambar Presiden SBY dan Wakil Presiden Boediono di Bundaran HI, Jakarta, pada 12 Agustus 2013.
Sebelum menjajakan ginjalnya di Bundaran HI, Dwi sudah menyambangi rumah Jusuf Kalla atau JK yang kini menjabat wapres di kawasan Brawijaya, Jakarta Selatan.
"Saya tak mematok harga. Seikhlasnya saja dibayar berapa kalau ada yang mau," kata warga Cigedogan Timur, Sindang Kasih, Purwakarta, Jawa Barat itu. (Ndy/Yus)
Advertisement