Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dijadwalkan menjadi saksi sidang terdakwa eks Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Rio Patrice Capella. Namun, pengusaha media itu tidak menghadiri sidang.
Sidang ini terkait kasus dugaan 'pengamanan' Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti, dalam perkara dugaan korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH), dan Penyertaan Modal sejumlah BUMD di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Jaksa KPK Yudi Kristiana mengatakan, ketidakhadiran Paloh tanpa alasan pasti. Sebab, sampai saat ini pria asal Aceh ini tidak memberikan alasan terkait ketidakhadirannya kali ini.
"Dari 4 saksi yang dipanggil yang konfirm 3 orang. Sedangkan Surya Paloh belum konfirmasi," kata Yudi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (23/11/2015).
Yudi membeberkan, 3 saksi yang sudah konfirmasi hadir yakni Gubernur Sumut nonaktif Gatot Pujo Nugroho, Clara Widi Niken kakak dari Fransisca Insani Rahesti, dan Ramdan Taufik Sodikin sopir Evy Susanti.
Baca Juga
Rio Capella didakwa menerima uang untuk mempermudah pengurusan penghentian penyelidikan perkara yang ditangani Kejaksaan Agung. Penghentian itu untuk dugaan korupsi beberapa kasus, seperti korupsi dana bantuan sosial, bantuan daerah bawahan, bantuan operasional sekolah, tunggakan dana bagi hasil, dan penyertaan modal di beberapa badan usaha milik daerah (BUMD) di Sumatra Utara.
Rio yang merupakan anggota Komisi III DPR itu memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap mitra kerja, seperti Kejaksaan Agung. Hal itu sempat disebutkan Jaksa Penuntut Umum KPK Yudi Kristiana dalam sidang awal November lalu.
Yudi juga menyebutkan, Evy mendapat masukan dari kantor OC Kaligis untuk melakukan pendekatan partai secara islah. Karena persoalan ini diduga dipicu ketidakharmonisan Gatot dengan wakil Gubernur Sumut yang juga politisi Partai Nasdem, Tengku Erry Nuradi.
Atas perbuatan tersebut, Rio dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Rmn)