Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi meminta Badan Pangan Nasional (Bapanas)-Perum Bulog untuk mengutamakan penyerapan beras produksi dalam negeri guna memenuhi kebutuhan stok pangan nasional.
"Ini sebetulnya beras kita cukup. Beras kita cukup untuk kita sendiri," ujar Uchok melalui keterangan tertulis, melansir Antara, Sabtu (20/7/2024).
Ia mengharapkan Bapanas-Perum Bulog dapat fokus melayani dan meningkatkan kesejahteraan petani Indonesia melalui penyerapan hasil pangan, terutama jelang musim panen.
Advertisement
"Harusnya Bapanas-Bulog dapat melayani dan meningkatkan kesejahteraan para petani kita sendiri," ucap Uchok.
Oleh karena itu, ia menyayangkan adanya rencana impor beras untuk memenuhi stok domestik hingga Desember 2024 nanti. Apalagi, kata dia, sempat muncul dugaan mark up impor beras.
"Seharusnya impor distop, karena impor ini bukan hanya akan merugikan negara dengan adanya dugaan mark up, tapi juga sangat merugikan petani," terang Uchok.
Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Bapanas dan Perum Bulog kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu 3 Juli 2024 atas dugaan penggelembungan harga beras impor.
Atas dugaan hal itu, Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Bapanas I Gusti Ketut Astawa mengatakan bahwa pihaknya menghormati adanya aduan kepada KPK mengenai dugaan mark up harga terkait impor 2,2 juta ton beras.
"Bapanas dalam menjalankan tugas dan fungsinya senantiasa mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional," ucap Ketut.
Di samping itu, Perum Bulog mengklaim telah menjadi korban tuduhan dugaan mark up harga terkait impor beras tersebut.
Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Arwakhudin Widiarso mengatakan laporan itu membentuk opini buruk di masyarakat terkait perusahaannya tersebut.
Menurut Widiarso, atas laporan tersebut yang dinilai tanpa ada fakta, maka akan merugikan reputasi perusahaan yang telah dibina oleh Perum Bulog.
Mark Up Impor Beras Berpotensi Rugikan Devisa Negara Rp 8,5 triliun
Sebelumnya, Ekonom Gede Sandra meyakini dampak skandal penggelembungan harga atau mark up impor beras akan membebani devisa negara. Apalagi saat ini nilai tukar rupiah dihadapan dolar Amerika Serikat (AS) belakangan ini mengalami pelemahan.
Gede menegaskan, kebijakan impor beras tidak mengantarkan kebaikan untuk rakyat. Mengingat mark up anggaran tersebut berpotensi merugikan negara hingga Rp8,5 triliun.
"Banyaknya impor dengan kurs yang semakin lemah akan menguras devisa dan sekaligus mengurangi pertumbuhan ekonomi," kata Gede di Jakarta, Jumat 19 Juli 2024.
Sebelumnya, Fakta baru mulai terungkap pada polemik beras impor yang tidak saja menghebohkan pemegang kebijakan di Indonesia, tapi juga di negara Vietnam.
Sebagaimana yang pernah disampaikan Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto, yang menyatakan bahwa isu penggelembungan (mark up) harga beras impor itu tidak benar.
“Perusahaan Tan Long Vietnam yang diberitakan memberikan penawaran beras, sebenarnya tidak pernah mengajukan penawaran sejak bidding tahun 2024 dibuka. Jadi tidak memiliki keterikatan kontrak impor dengan kami pada tahun ini,”ucap Suyamto, di Jakarta, Jumat 19 Juli 2024.
Advertisement
Fakta Teranyar Dugaan Mark Up Impor Beras Perum Bulog dengan Vietnam
Hal ini selaras dengan pernyataan dari Direktur Utama Tập đoàn Tân Long (TLG).
Mengutip dari pemberitaan media Vietnam bernama CAFEF, Ketua Dewan Direksi dan Direktur Utama Tập đoàn Tân Long (TLG)Trương Sỹ Bá, menjelaskan dalam sejarah tender beras BULOG, dari tahun 2023 sampai sekarang, pihaknya tidak pernah memenangkan tender langsung apapun dari BULOG.
Maka hal itu menjawab sejumlah tuduhan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam, serta keraguan kepada kinerja Perum BULOG dalam hal pelaksanaan tender.
Paket tender tanggal 22 Mei yang diumumkan BULOG di mana Lộc Trời dan anak perusahaannya berencana untuk menawarkan 100.000 ton beras, Bapak Bá mengatakan, namun Tân Long menawar dengan harga beras 15 USD/ton lebih tinggi, sehingga tidak memenangkan tender.
"Pada bulan Mei, kami pernah menawarkan penjualan 100 ribu ton beras dengan harga 538 USD/ton, harga FOB. Namun, dibandingkan dengan harga dari perusahaan Lộc Trời, harga dari TLG lebih tinggi sehingga kami tidak jadi ikut," ujar Trương Sỹ Bá.
Tender BULOG
Ba menjelaskan, bahwa Indonesia membeli beras melalui tender BULOG dan membeli dengan harga CNF bukan harga FOB, dan harga CNF dari perusahaan Lộc Trời, Thuận Minh, Quang Phát sekitar 568 USD/ton atau dengan harga FOB sekitar 530 USD/ton, lebih rendah dari penawaran kami sebesar 538 USD/ton, harga FOB pihanya lebih tinggi 5-8 USD/ton.
Direktur Transformasi dan Hubungan Antar Lembaga Perum BULOG Sonya Mamoriska, menegaskan pernyataan dari Tan Long Group ini menjadi klarifikasi atas polemik beras impor yang terjadi.
Disisi lain, ditakutkan bila polemik isu ini terus ditiupkan dan berlanjut tanpa fakta yang jelas, dapat berdampak pada kelancaran pembelian beras Indonesia dari Vietnam hingga akhir tahun 2024 bahkan mempengaruhi hubungan bilateral perdagangan kedua negara.
"Kami terus menjaga komitmen untuk tetap menjadi pemimpin rantai pasok pangan yang tepercaya sehingga bisa berkontribusi lebih bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia dan hal ini tentunya sesuai dengan ke-4 visi transformasi kami yaitu kepemimpinan, kepercayaan, pelayanan terbaik dan kesejahteraan masyarakat," ujar Sonya.
Adapun saat ini, Perum BULOG mendapatkan penugasan untuk mengimpor beras dari Pemerintah, sebesar 3,6 juta ton pada tahun 2024. Pada periode Januari-Mei 2024, jumlah impor sudah mencapai 2,2 juta ton.
Impor dilakukan oleh Perum BULOG secara berkala dengan melihat neraca perberasan nasional dan mengutamakan penyerapan beras dan gabah dalam negeri. Sampai akhir Juni, Perum BULOG telah menyerap 800 ribu ton beras dalam negeri dan optimis bisa menyerap 1 juta ton beras, sesuai target yang telah ditetapkan.
Advertisement