Liputan6.com, Jakarta - Komisi III DPR kembali melanjutkan pembahasan internal menerima atau menolak 8 nama Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) yang diserahkan Presiden Joko Widodo ke DPR pada 14 September lalu, untuk fit and proper test atau uji kepatutan dan kelayakan.
Namun dalam rapat internal, hal tersebut akhirnya akan ditentukan oleh para petinggi-petinggi partai politik yang ada di DPR. Sebab, fraksi-fraksi yang ada di Komisi III saat ini sedang berkonsultasi dengan para petinggi parpolnya untuk disampaikan dalam rapat pleno Komisi III berikutnya.
"Setelah dokumen (hasil seleksi Capim KPK dari Pansel) diserahkan lengkap dan dibagikan ke Komisi III, baru poksi (kelompok fraksi) di Komisi III melakukan konsultasi internal bersama masing-masing fraksi untuk menilai dan memutuskan tindak lanjutnya," ucap Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (24/11/2015).
"Sekarang soal teknisnya komunikasi antarpimpinan partai kan tidak gampang, butuh waktu," sambung Benny.
Baca Juga
Minus Unsur Kejaksaan
Menurut Benny, fraksi-fraksi di Komisi III DPR masih mempersoalkan tidak adanya unsur kejaksaan dari 8 nama Capim KPK yang diserahkan Jokowi ke DPR. Hal itu juga diamini oleh perancang Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, yakni Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Romli Atmasasmita.
Advertisement
Benny yang juga politikus Partai Demokrat ini mengamini pernyataan Prof Romli yang sudah diundang komisinya untuk dimintai pendapat soal Capim KPK ini.
Benny beracuan pada pimpinan KPK saat ini tidak ada satu pun keterwakilan dari kejaksaan. Hal itu juga menurut Benny karena kesalahan pemerintah dan DPR dalam melakukan fit and proper test sebelumnya karena tidak adanya unsur penuntut umum yang dimiliki orang seorang jaksa.
"Tapi kan itu sebuah keputusan yang keliru, makanya salah itu harus dikoreksi lagi," ujar dia.
Pengalaman Capim Dipertanyakan
Masalah lain yang masih dipermasalahkan fraksi-fraksi di Komisi III, lanjut Benny, yakni masalah latar belakang pendidikan dan pengalaman di suatu bidang selama 13 tahun seperti yang diatur dalam UU KPK.
Menurut Benny, hal ini dapat berpengaruh tidak langsung ke depannya dengan banyaknya kasus yang ditangani KPK berujung kalah di persidangan praperadilan.
"Pengetahuan teknis itu penting, kalau tidak KPK jebol. Karena menurut saya siapa pun yang masuk KPK dia akan masuk sistem yang penting, yang transparan. Selain memiliki pengalaman yang luas, dia dituntut memiliki pengetahuan yang luas soal KPK," jelas Benny.
Meski demikian, Benny berpandangan hal itu tidak bisa menjadi alasan fraksi-fraksi di Komisi III untuk mengembalikan 8 nama Capim KPK ini kepada pemerintah untuk kembali menyeleksi Capim KPK.
"Tidak ada alasan. Alasan itu kan sebab akibat, itu bukan alasan, itu fakta, itu bukti dan juga belum ada keputusan, belum ada pleno," ujar dia.
Perlu Perppu?
Selain itu, Benny menuturkan, apabila dikembalikan kepada pemerintah maka Presiden perlu mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang KPK.
Perppu tersebut untuk menunjuk 2 pimpinan KPK yang baru mengganti Adnan Pandu Praja dan Zulkarnaen. Sementara, 3 Pelaksana Tugas (Plt) pimpinan, yakni Johan Budi SP, Taufiequrachman Ruki, Indriyanto Seno Adji, tidak perlu diganti pada 16 Desember mendatang yang merupakan akhir masa jabatan pimpinan KPK periode saat ini.
Sebab, dalam UU KPK disebutkan masa jabatan Plt KPK dapat diperpanjang sampai adanya pimpinan KPK yang baru. "Kalau dikembalikan, Presiden perlu mengeluarkan perppu. Yang sekarang kan yang masih eksis ada 3, tinggal 2 pimpinan lagi," papar Benny.
Senada dengan Benny, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Aditya Mufti Ariffin mengatakan, fraksinya masih mempersoalkan ketentuan UU KPK yang dilanggar oleh Pansel Capim KPK dalam menyeleksi 8 Capim KPK.
Selain masalah tidak adanya unsur kejaksaan, imbuh Aditya, masa waktu pendaftaran Capim KPK melebihi 14 hari. Dan hal ini dilanggar oleh Pansel Capim KPK dengan menambah waktu pendaftaran.
Soal Independensi Capim
Masalah lainnya, sambungnya, pembidangan oleh Pansel. "Dan kami melihat adanya unsur lain yang bekerja untuk pansel, sehingga independensi dari Capim yang diajukan kami masih ragu," kata Aditya.
Ketika ditanya apakah fraksinya menerima 8 nama Capim KPK ini dilanjutkan ke tahapan fit and proper test, Aditya belum dapat memberikan komentarnya. Sebab, Fraksi PPP di Komisi III belum mendapatkan arahan dari Ketua Umum PPP versi Muktamar Surabaya Romahurmuziy.
"Lihat saja...dalam rapat pleno Komisi III dan kami belum ada arahan dari ketum," pungkas Aditya.
Sementara, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) Risa Mariska dan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar Saiful Bahri Ruray juga belum dapat memastikan apakah fraksinya melanjutkan tahapan Capim KPK ini ke fit and proper test.
"Belum ada arahan apa-apa nih. F-PG masih sibuk dengan agenda HUT ke-5I tahun PG. Belum ada perintah eksekusi seperti apa," tukas Saiful Bahri Ruray. (Ans/Ron)