Liputan6.com, Jakarta - Terpilihnya Jokowi sebagai presiden ke-7 RI dipandang sebagai salah satu hal baru di era demokrasi Indonesia. Bahkan membanggakan.
Seperti diungkapkan Profesor Riset Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indria Samego.
"Kehadiran Presiden Jokowi menjadi presiden ini merupakan hal yang baru dan membanggakan di era demokrasi kita. Orang makin rasional. Dimana beliau tidak berdarah ningrat, darah biru, atau pun berasal dari anak presiden," ujar Indria dalam diskusi di Hotel Le Meridien, Jakarta pada Selasa 24 November 2015.
Baca Juga
Dewan Pakar The Habibie Center itu menuturkan, tidak mudah menjadi presiden. Banyak masalah pada masa lalu yang harus diselesaikan.
"Pak Jokowi itu fokus dengan masalah infrastruktur. Salah satu contoh, tidak ada yang pernah dengar soal bendungan di Sukabumi. Tapi karena ada teriakan dari masyarakat di sana, Pak Jokowi langsung turun dan menyelesaikannya. Ini kan persoalan lama, itu yang dihadapinya," tutur dia.
"Belum lagi kompleksitasnya, kemudian state commision. Siapa pun yang menjadi presiden sekarang, pasti sulit. Karena itu perlu terus konsolidasi," imbuh Indria.
Terasa Kehadirannya
Indria juga mengatakan, dengan adanya Jokowi, membuat negara terasa kehadirannya di masyarakat. Terutama bagi di daerah timur Indonesia dan di luar Jawa.
"Kehadiran negara di masyarakat itu penting. Baru sekarang lihat presiden yang ngobrol santai dengan orang yang pakai sarung. Rasanya lebih human (manusiawi). Memang presiden sekarang tak ingin menjadi master tetapi manager," ujar dia.
Namun Jokowi tetap memiliki kekurangan. Indria menilai, sikap sang presiden yang memilih bertindak sebagai manager membuat Jokowi terkesan dianggap tidak mampu memimpin anak buahnya.
"Memang sikap itu ada konsekuensinya, dianggap tidak mampu. Terlalu ramai dan terkesan saling sendiri-sendiri. Inilah yang harus cepat dijalani," pungkas Indria. (Ndy/Ron)
Advertisement