Liputan6.com, Jakarta Perairan di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), adalah surga bagi rumput laut. Di salah satu sudutnya, Iskandar Ismail tengah memeriksa rumput-rumput kenyal itu.
Buat dia, tanaman tersebut adalah hartanya. Sudah 20 tahun dia menjalankan usaha budidaya rumput laut. Dari sanalah dia bisa menghidupi keluarganya dengan cara sederhana.
Baca Juga
Namun ini bukan pekerjaan mudah. Sejak 1995 masalah yang dihadapinya tak pernah berubah.
"Mata rantai pemasaran agak panjang. Dari petani ke pengepul, kemudian ke pengepul besar, pengepul wilayah, lalu pabrikan," ujar Iskandar saat ditemui di Dusun Semerang, Desa Seriwe Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur, NTB pada Rabu (25/11/2015).
Advertisement
Dia mengatakan mata rantai itu tidak bisa diputuskan begitu saja. Sebab, pengepul kecil kadang-kadang dibiayai pengepul yang lebih besar.
Kalau pun mau diputus, ucap Iskandar, dibutuhkan modal yang besar dan harus ada wadah yang menjembatani. Dengan demikian, rumput laut bisa langsung dipasarkan dari petani ke pengepul, kemudian ke koperasi lalu ke pabrikan.
"Selama mata rantai itu tidak putus, petani rumput laut tetap petani miskin. Harga per kilogram Rp 6.000, untuk biaya produksi dan hasilnya tidak menutup," ucap pria berusia 55 tahun yang mempunyai 8 petak rumput laut itu.
Dulu Bisa Beli TV
Dia mengatakan idealnya 1 petani memanen 8 unit, tapi rata-rata yang ada hanya 5 unit.
"Pada 2010, harga per kilo rumput laut Rp 15 ribu, dulu warga bisa beli TV," kata Iskandar.
Dia menanam jenis Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum secara bersamaan dengan sistem patok. Iskandar dibantu 3-4 orang dari mulai mengikat benih, memanen, hingga menjemur. Dalam usia 30-34 hari, rumput laut yang ditanamnya bisa dipanen. Selama 1 tahun, dia bisa 12 kali panen.
"Rumput laut itu tergantung faktor kadar air lautnya. Rumput bagus biasanya Juni, Juli, Agustus, September. Namun masih terganjal karena petani biasanya kurang memenuhi standar pasar seperti kotor dan kurang kering," tutur Iskandar.
Sementara itu penyuluh pertanian Abdul Halim mengatakan petani di Dusun Semerang menggunakan sistem tingkat, yaitu di bawah rakit dan patok. Hal ini untuk efisiensi lahan.
Dia menuturkan sistem patok biasanya digunakan untuk jenis spinosum atau untuk konsumsi. Sebab, spinosum lebih tahan arus, sehingga kemungkinannya patah sangat kecil. Spinosum juga tidak terlalu berat dibandingkan cottonii, sehingga gesekannya dengan air kecil.
"Salah satu penyebab kegagalan panen biasanya karena suhu air," kata dia.
Sedangkan untuk meningkatkan mutu rumput laut, dia meminta pemerintah menambah para-para untuk petani. Hal ini karena rumput laut jadi lebih bersih jika dijemur di para-para.
Abdul Halim menambahkan ada 160 rumah tangga perikanan di Semerang dan Kaliantan yang menggunakan sistem patok. Di Semerang ada 4 pembudidaya dan 37 kelompok.
Advertisement
Cuaca dan Bercak Putih
Sarihudin, petani rumput laut Dusun Seriwe, mengeluhkan belum ada lokasi pengolahan di Lombok Timur. Hasil panennya dia jual kepada pengepul kecil, kemudian dari pengepul kecil ke pengepul besar, hingga akhirnya ke pabrik di Bali.
Dia juga sering memanen rumput laut lebih cepat dari masanya, yaitu 43-45 hari.
"Panen 30 hari tergantung musim. Kalau cuaca panas, panen bisa lebih cepat karena khawatir harga akan jatuh. Memang kalau umur 43 hari dagingnya lebih padat," kata dia di Dusun Seriwe, Desa Seriwe.
Sarihudin mengatakan saat ini dia menanam jenis cottonii. Hasil panen bagus biasanya terjadi pada November hingga Februari. Namun, harga jualnya kembali pada harga pasaran.
"Sekarang kan 7.000 per kg, kalau harganya ya maunya di atas Rp 10.000," kata dia.
Dia menuturkan sekali panen bisa mencapai 2-3 ton rumput laut kering alias sudah dijemur. Satu ris tali dipasangi bibit sepanjang 22 meter. Tiga ris bisa menghasilkan 1 kuintal rumput laut basah.
Namun, ada yang diwaspadai petani yaitu penyakit ais-ais, yakni ada bercak putih di rumput laut dan mudah rontok, sehingga membuat rumput laut sering dipanen terlebih dahulu pada usia 30 hari. Selain penyakit, dia juga mewaspadai ombak besar yang sewaktu-waktu merusak rumput laut.
Pria yang menggeluti usaha rumput laut sejak 1990 itu mengatakan dia tidak masuk kelompok tani. Sebab, tidak ingin menjadi ketua hingga akhirnya tidak bisa mencurahkan waktu bertani.
Dia memiliki 6 petak rumput laut dengan sistem longline. Satu petak berisi 250 ris.
Sahirudin juga mengatakan menanam rumput laut sangat mudah. Sebab, diletakkan begitu saja dan tidak perlu dipupuk. Penjemuran usai panen juga memakan waktu 3 hari, tergantung cuaca. (Ndy/Ron)**