Sukses

KSAU: Jangan Semua Disuruh Beli Helikopter dari PT DI

Ia berpendapat, TNI AU didesak membeli helikopter produksi PT Dirgantara Indonesia (PT DI), karena kepentingan segelintir orang.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Agus Supriatna menilai, riuh di DPR mengenai pembelian helikopter VVIP Agusta Westland 101 (AW-101) kental dengan aroma politisasi.

Ia berpendapat, TNI AU didesak membeli helikopter EC 275 Cougar produksi PT Dirgantara Indonesia (PT DI), karena kepentingan segelintir orang. Padahal, berdasarkan kajian para penerbang TNI AU, spesifikasi teknologi AW-101 lebih menunjang performa dibanding EC 275 Cougar.

Ia juga menyangsikan kualitas helikopter buatan PT DI, karena perusahaan tersebut tidak memiliki prestasi di bidang pembuatan alat utama sistem pertahanan (alutsista).

"Coba saja lihat PT DI itu seperti apa. Jangan semua suruh beli dari PT DI, ini politisasi. Kami mengajukan helikopter sesuai dengan hasil kajian, kami user-nya dan mengkaji sesuai spec-tech. Kalau nanti helikopternya ada apa-apa bagaimana? Siapa yang mau disalahkan?" ujar Agus kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat (27/11/2015).

Agus juga membeberkan kekurangan PT DI yang hingga saat ini, TNI AU baru menerima 9 dari 16 unit helikopter Super Puma yang dipesan saat perancangan Rencana Strategis TNI periode 2009-2014 dan 2014-2019. Proses produksi yang tidak tepat waktu dinilai mengganggu proses operasional TNI AU.

"16 Unit Super Puma yang dipesan, tetapi TNI AU hanya menerima 9 helikopter. Sementara pengiriman tidak tepat waktu sehingga mengganggu oproses operasional. Saya rasa bikin sayap saja (PT DI) tidak bisa," tegas dia.

KSAU menjelaskan, dalam hal pembelian AW-101, pihaknya mendapatkan pagu anggaran dari kementerian yang cukup untuk membeli 8 helikopter jenis angkut berat baru. Dua di antaranya dirancang untuk mengangkut tamu VVIP.

"Akhirnya kami mengajukan surat ke Markas Besar TNI, yang meneruskan ke Kementerian Pertahanan, dan akhirnya ke pemerintah, akhirnya dapat unit yang ketiga. Tapi bukan dari pagu (anggaran) indikatif TNI AU, melainkan dana pinjaman luar negeri, rupiah murni," tandas Agus. (Ado/Sun)

Video Terkini