Liputan6.com, Jakarta - Kalimat 'hukum panglima tertinggi' di Indonesia kerap diucapkan oleh sejumlah pihak. Namun, kadang-kadang hukum tak selalu bisa menjadi panglima tertinggi.
Hal itu diutarakan oleh Ketua Umum Partai Golkar versi Munas Bali, Aburizal Bakrie alias Ical. Menurut dia, tak melulu hukum selalu di atas segalanya. Melainkan kekuasaan yang menjadi paling teratas dalam bernegara.
"Negara kita memang secara resmi (menganut) hukum merupakan panglima tertinggi. Tapi kadangkala hukum bukan panglima tertinggi, tapi kekuasaan. Ini tidak bisa kita biarkan," kata Aburizal di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Jumat (27/11/2015).
Dia mengatakan itu, dalam sebuah diskusi mengenai RUU KUHP. Saat ini, KUHP tengah direvisi oleh DPR. Revisi itu menurut Ical, perlu dilakukan lantaran sudah tak sesuai dengan keadaan zaman sekarang. Bahkan sejak zaman Belanda, KUHP sudah tak bisa diterapkan di Indonesia pascamerdeka.
"KUHP sejak jaman Belanda sudah tidak sesuai dengan keadaan zaman. Harus ada pembicaraan baru. Karena itu untuk KUHP harus direvisi yang sesuai dengan zaman dan demokratis," ujar dia.
Baca Juga
Lebih jauh Ical mengatakan, nantinya revisi KUHP itu dapat dilaksanakan dan kemudian hasilnya harus ditaati oleh semua pihak. Termasuk oleh Presiden dan Wakil Presiden beserta rakyat. Apalagi, saat ini banyak sekali persoalan hukum yang dilatari oleh kekuasaan.
"Dan adakalanya kalau tidak punya kekuasaan dan pengaruh, maka orang itu tidak mendapatkan hukum yang semestinya," ucap Ical.
Adapun dalam diskusi ini hadir sebagai nara sumber, yakni Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin, Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti, Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Komjen Pol Anang Iskandar, Jaksa Muda Pidana Umum (Jampidum) Noor Rachmad.
Kemudian, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, Plt Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Aji, Kepala Badan Pengembangan SDM Kemenkumham Harkristuti Harkrisnowo, dan Ketua KY Suparman Marzuki. (Nil/Sun)