Liputan6.com, Jakarta - Pelaksana Ketua KPK Taufiequrachman Ruki mengatakan, dirinya berharap pengaturan hukum terkait tindak pidana korupsi (tipikor) tidak dimasukkan ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini sedang di godok oleh DPR.
"Semoga ibu bapak di legislatif berpikir tidak memasukkan aturan hukum tipikor ke dalam KUHP. Kita tidak ingin itu terjadi," kata Ruki di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Jumat (27/11/2015).
Menurut Ruki, korupsi itu sama dengan tindak pidana lain seperti narkotika dan terorisme yang betul-betul diperlakukan dengan khusus.
Menurut Ruki, perbuatan pidana tertentu memang harus diatur secara khusus. Termasuk juga bagaimana hukum acara dan pelaksanaan hukumnya harus lex specialist.
"Harus lex specialist. Dengan demikian pula hukum materinya diatur. Jadi ketika Kejaksaan dan Kepolisian serta KPK, penyelidikan dan penuntutan korupsinya diberikan kewenangan yang sama," ujar Ruki.
Selama ini, kata Ruki, Kepolisian dan Kejaksaan dalam menangani kasus korupsi memiliki kewenangan yang berbeda dengan KPK. Kepolisian dan Kejaksaan harus izin Presiden ketika menyelidik kasus korupsi. Sementara KPK tidak.
Karenanya, dengan tak ada perbedaan kewenangan, maka KPK dan Kepolisian serta Kejaksaan dapat berkompetisi dalam penanganan kasus korupsi.
"Tidak terjadi perbedaan perlakuan, misalnya, kalau disidik KPK tidak ada tahanan ke luar, kalau kepolisian penangguhan penahanan. Mari kita lakukan sama-sama, tidak boleh SP3 dan tidak boleh tahanan ke luar," pungkas Ruki. (Dms/Dry)
Ruki: Kami Tak Ingin Korupsi Masuk KUHP
Korupsi itu sama dengan tindak pidana lain seperti narkotika dan terorisme yang betul-betul diperlakukan khusus.
Advertisement