Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah fraksi merombak kadernya yang berada di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR jelang sidang dugaan kasus pencatutan nama presiden dan wapres oleh Ketua DPR Setya Novanto.
Bahkan yang terakhir, bukan hanya dari partai pendukung pemerintah, Partai Golkar pun ikut melakukan perombakan. Tidak hanya itu, isu adanya dugaan bahwa MKD menerima kuncuran dana sebesar Rp 20 miliar, juga ikut merebak.
Baca Juga
Terkait hal itu, pengamat hukum tata negara Refli Harun mengatakan, tugas MKD adalah menjaga keluhuran DPR. Dengan tugas yang amat penting dan berat itu, MKD harus berisikan orang setengah dewa.
"MKD itu kan menjaga keluhuran. Tugas yang berat dan penting itu, harusnya berisikan para setengah dewa. Yang sudah tidak lagi terpengaruh arus politik," ujar Refli dalam sebuah diskusi di Jakarta pada Jumat 27 November 2015.
Belum Punya Taring
Sementara itu di tempat yang sama, peneliti senior Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Bivitri Susanti mengamini hal tersebut. Dia pun menjelaskan bagaimana track record MKD selama ini.
"MKD ini bisa kita lihat track record-nya. Ada 17 perkara yang masuk. Hanya 4 saja yang diselesaikan dan 4 itu hasilnya, satu tidak terbukti, satu teguran lisan, satunya teguran tertulis, dan satunya cuma untuk pemberian izin tertulis," tutur Bivitri.
Karena itu, menurut dia, wajar jika MKD dinilai masih belum mempunyai taring untuk menangani sebuah kasus.
"Kalau ditanya bergigi atau tidak, kalau melihat track record-nya, terlihat tidak. Bukan hanya itu saja, MKD juga masih berisikan anggota DPR dan hanya sebuah dewan etik," tandas Bivitri.
Sebelumnya, terjadi pergantian anggota MKD, dimana PAN mengganti Hang Ali Saputra Syah Pahan dengan Sugiman, dan Riski Sadiq digantikan oleh Ahmad Bakrie. Dari Fraksi Partai Nasdem Fadholi digantikan Akbar Faisal.
Lalu, Fraksi PDIP mengganti Muhammad Prakosa dengan Hendri Yosodiningrat, yang mendapatkan penolakan dari MKD.
Yang terakhir Partai Golkar memasukkan Ridwan Bae, Kahar Muzakir, dan Adies Kadir kesana. Mereka menggantikan Hardisoesilo, Dadang S Muchtar, dan Budi Supriyanto. (Ndy/Ado)
Advertisement