Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi mengklaim ikut turun memeriksa ajuan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Hasil penyisiran, kata Prasetio, didapati ada anggaran Rp 1,88 triliun tanpa kegiatan.
Dalam pengungkapan itu, Prasetio menyewa auditor independen yang dianggap menguasai masalah ini.
Manajer Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Apung Widadi mengatakan, pihaknya mempertanyakan siapa yang disewa oleh Prasetyo tersebut.
"Audit independen itu siapa? DPRD seolah-seolah tidak berkepentingan. Dulu pemerintah provinsi mencoret, sekarang legislatif mencoret," ujar Apung di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Minggu (29/11/2025).
Baca Juga
Ketua Umum Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia, Syamsuddin Alimsyah mengatakan DPRD hanya mempunyai tenaga ahli dan pakar yang dibiayai Sekretariat Dewan.
Hal ini sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pasal 34 yang menyatakan setiap fraksi di DPRD dibantu 1 tenaga ahli.
Dan Pasal 117 ayat 1 yang menyatakan dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang DPRD dibentuk tim pakar dan ahli. Yang di mana pada ayat 2 kelompok pakar atau tim ahli paling banyak sesuai alat kelengkapan DPRD.
"Di DPRD itu dikenal pertama tim ahli dan tenaga ahli. Mungkin yang dimaksud ketua DPRD itu tim ahli, tapi tidak boleh men-jugde itu hasil auditor independen. Ketua DPRD itu hanya sebagai juru bicara atas apa yang dihasilkan DPRD dan memimpin rapat DPRD," tutur Syamsudin.
Sementara itu, peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam pun meminta Prasetyo menjelaskan, langkah pengungkapan dana siluman tersebut berasal dari inisiatif siapa dan anggaran dari mana.
"Itu kan inisiatif Ketua DPRD, apa anggaran dari Dewan? Apakah ini inisiatif Ketua, apakah ini diketahui seluruh pimpinan? Kalau sendiri, perlu ditanya," tutur Roy.
Peneliti ICW, Abdullah Dahlan pun menyatakan jika memang menjalankan fungsi pengawasan, itu sudah selesai. Yang menjadi permasalahan jika auditor independen itu menggunakan anggaran DKI.
"Menjadi permasalahan itu, auditor tersebut menggunakan anggaran DKI. Karena auditor itu, kalau internal dari Inspektorat dan BPKP dan eksternal itu BPK. Tapi di sini bukan menyalahkan, itu fungsi kritis. Tapi ini bisa menjadi persoalan secara lembaga," pungkas Abdullah.
Sebelumnya, Prasetyo mengatakan upaya penyisiran tersebut memang sudah disepakati bersama Ahok. Tujuannya tak lain agar APBD 2016 jauh lebih baik karena disusun secara transparan.
"Kami buka semuanya. Tidak ada yang kami tutup-tutupi. Kami menyusun anggaran untuk masyarakat. Tidak ada mengarah ke pergub. Ini murni agar anggaran 2016 lebih baik," ujar Prasetyo.
Berikut daftar dinas dan total anggaran diduga tanpa kegiatan:
1. Dinas Pendidikan Rp 1,39 triliun
2. Suku Dinas Pendidikan II Jakarta Timur Rp 550 juta
3. Rumah Sakit Umum Daerah Kepulauan Seribu Rp 92,5 juta
4. Unit Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Daerah Rp 400 miliar
5. Rumah Sakit Umum Kecamatan Sawah Besar Rp 2,26 miliar
6. Dinas Perhubungan dan Transportasi Rp 68,59 miliar
7. Unit Pengelola ERP Rp 2 miliar
8. Unit Pengelola Kereta Api Ringan Rp 1,78 miliar
9. Badan Promosi dan Penanaman Modal Rp 5,71 miliar
10. Unit Pengelola Gelanggang Remaja Jakarta Timur Rp 1,90 miliar
11. Biro Perekonomian Rp 1,08 miliar
Advertisement
(Ron/Ans)