Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat memastikan tak akan merevisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kecuali jika pemerintah ajukan usulan itu.
"DPR tidak lagi bahas RUU KPK kecuali pemerintah yang sodorkan," kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (30/11/2015).
Selama ini Fahri melihat, pemerintah lah yang tidak punya kemantapan hati dalam menanggapi revisi UU KPK. Sebab, Presiden Joko Widodo sejak awal menolak namun Menkumham Yasonna H Laoly justru menginginkan agar revisi segera dilakukan.
Tapi, lanjut Fahri, DPR kerap kali disalahkan terkait rencana revisi UU KPK tersebut. Padahal, DPR hanya menindaklanjuti keinginan dari pemerintah.
"Pemimpin harus punya kemantapan hati. Nanti pemerintah pencitraan lagi bersama rakyat tidak mau ubah, DPR lagi yang kena," ujar dia.
Baca Juga
Fahri sendiri menilai, UU KPK memang perlu direvisi. Misalnya, KPK harus mengenal adanya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Sebab, menurut dia, di manapun lembaga penegakan hukum‎ harus ada SP3 lantaran penyidik adalah manusia yang tidak selamanya bisa benar.
"KPK harus ada lembaga SP3-nya, masa enggak ada salah, banyak kok orang ditetapkan jadi tersangka tanpa proses yang benar. KPK, penyidik, pimpinan, kan ada salah namanya manusia. Di mana-mana hukum harus ada SP3," ujar Fahri.
Selain SP3, politisi Partai Keadilan Sejahtara ini juga sepakat bila kewenangan KPK soal penyadapan dibatasi dengan meminta izin dulu kepada pengadilan. Kemudian, Fahri juga menginginkan KPK punya lembaga pengawas sendiri untuk mengontrol kinerjanya.‎ "Sampai saat ini belum ada diatur pengawasannya," kata Fahri. (Nil/Sun)