Liputan6.com, Jakarta - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) akhirnya merilis hasil investigasi jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501, tepat satu tahun setelah jatuhnya pesawat nahas itu.
Hasil investigasi ini akan menjawab semua pertanyaan penyebab jatuhnya pesawat di perairan Selat Karimata, dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, pada 28 Desember 2014. Berikut rangkuman Liputan6.com tentang beberapa fakta terkait kecelakaan yang menimpa pesawat itu:
155 Penumpang Tewas
Pesawat AirAsia QZ8501 hilang kontak pada 28 Desember 2014. Pesawat jenis Airbus 320 itu mengangkut 162 orang yang terdiri atas 138 penumpang dewasa, 16 anak-anak, 1 balita, 4 kru kabin, dan masing-masing 1 pilot dan kopilot.
Pesawat nahas ini lepas landas dari Bandara Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, sekitar pukul 05.20 WIB dan direncanakan tiba di Bandara Changi, Singapura, pukul 08.20 waktu setempat. Namun, sekitar pukul 06.17 WIB pesawat hilang kontak.
Pesawat kontak terakhir dengan Air Traffic Control Jakarta pukul 06.12 WIB. Dalam kontak itu, pilot meminta menghindar ke arah kiri dan meminta izin untuk naik ke ketinggian 38.000 kaki. Permintaan pilot disetujui oleh pihak ATC. Hal ini diprediksikan karena adanya awan tebal dan cuaca buruk.
Advertisement
Serpihan Pesawat Terseret Arus Air hingga Mamuju
Lokasi dan cuaca yang buruk membuat Badan SAR Nasional kesulitan menemukan bangkai pesawat AirAsia QZ8501 itu. Setelah 2 hari pencarian, Basarnas baru menemukan pintu darurat atau emergency exit door pesawat. Kemudian, mereka juga baru menemukan 1 jenazah.
Sejak itu, Basarnas terus menemukan jenazah penumpang yang mengapung di perairan Selat Karimata. Namun, arus air laut yang deras membawa serpihan pesawat dan jenazah penumpang terseret hingga jauh ke Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat.
Pada Selasa, 3 Februari 2015, serpihan berupa tempat duduk, dinding jendela, dinding plafon dan beberapa serpihan lainnya ditemukan oleh nelayan Mamuju.
Kepala Kantor Basarnas Palu Jafar Henaulu mengatakan serpihan itu ditemukan oleh nelayan Matra saat sedang memancing di Selat Makassar yang menghubungkan perairan Mamuju Utara dan Donggala.
"Awal penemuan serpihan ini sama dengan penemuan serpihan nelayan di Donggala. Di mana saat mereka memancing tiba-tiba menemukan serpihan ini," tutur Jafar.
Tak hanya itu, nelayan di Desa Towale, Kecamatan Banawa Tengah, bernama Lamori (52), dilaporkan menemukan serpihan berupa kabin yang diduga milik AirAsia, Senin, 2 Februari 2015. Saat Lamori bersama anaknya sedang asyik memancing di perairan Selat Makassar tiba-tiba mereka melihat benda yang mencurigakan.
Setelah didekati, benda mencurigakan itu ternyata serpihan pesawat yang diduga kabin milik pesawat AirAsia QZ8501.
Jenazah Pilot Ditemukan Setelah 2 Bulan
Setelah pesawat jatuh pada akhir Desember, jenazah pilot pesawat AirAsia baru ditemukan setelah 2 bulan pencarian. Pada Jumat, 6 Februari 2015 petang, tim SAR menemukan dan mengevakuasi jasad pilot di kokpit.
Kepala Basarnas Marsekal Bambang Soelistyo mengatakan jenazah sang pilot ditemukan di perairan Selat Karimata, Kalimantan Tengah. Penemuan jenazah tersebut berkat alat side scan sonar dan ROV.
"Setelah itu baru diselami. Ditemukan di dalam kokpik. Kokpitnya juga sudah tidak utuh," kata Soelistyo.
Jenazah pilot ini ditemukan jauh setelah Basarnas menemukan kotak hitam (black box) pada Minggu 11 Januari 2015.
Kotak hitam itu berada pada posisi 03.37.21 S atau 109.42.42 E dengan kedalaman sekitar 30 sampai 32 meter.
Disebutkan, kotak hitam berada di himpitan serpihan badan pesawat. Kondisi ini membuat penyelam kesulitan untuk mengambilnya. Karena keterbatasan waktu, tim memutuskan mengambil black box Senin 12 Januari 2015.
Advertisement
Keganjilan Sebelum AirAsia Jatuh
KNKT mengungkapkan ternyata sepanjang perjalanan pesawat nahas itu dikemudikan oleh kopilot Remi Emmanuel Plesel.
"Second in command (SIC) atau kopilot biasanya di kokpit sebelah kanan. Saat itu dialah yang menerbangkan pesawat itu (AirAsia QZ8501)," kata Ketua Tim Investigasi Mardjono Siswosuwarno.
Mardjono menjelaskan pada saat penerbangan AirAsia QZ8501, kapten pilot Irianto duduk di sebelah kiri kokpit. Irianto melakukan monitoring saat penerbangan.
Keganjilan lainnya, ternyata saat terbang, pesawat itu meroket tiba-tiba. Sesuai data radar, pesawat naik cepat sekitar 6.000 kaki atau 2.000 meter per menit.
"Jarang sekali pesawat komersial naik secepat itu. Biasanya naik 1.000 sampai 2.000 kaki per menit. Cara itu hanya bisa dilakukan pesawat jet tempur," ujar Menteri Perhubungan Ignatius Jonan.
Jonan menuturkan, AirAsia QZ8501 sempat terdeteksi pada ketinggian 37.900 kaki, tapi mendadak turun sebesar 7.900 kaki. Pada ketinggian 24.000 kaki, pesawat nahas itu sudah tidak terdeteksi radar ATC.
Dikelilingi Awan Cumulonimbus
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan kondisi cuaca di atas perairan barat Kalimantan, lokasi perkiraan hilangnya pesawat AirAsia QZ8501, didominasi awan tebal dan lebat.
Dalam pantauan citra satelit BMKG sejak pukul 05.00-07.00 WIB saat pesawat hilang, wilayah di atas perairan Selat Karimata didominasi awan jenis cumulonimbus, yang mencapai ketinggian 40 ribu kaki atau 13.500 meter. Sementara penerbangan biasanya berada pada ketinggian 32 ribu hingga 37 ribu kaki.
Hujan ringan juga sempat terjadi di sekitar wilayah tersebut. Secara umum, kondisi cuaca sepanjang rute Surabaya-Singapura yang dilalui pesawat AirAsia QZ8501 didominasi awan tebal.
Advertisement
AirAsia Jatuh, Teknisi Bunuh Diri
Pada Minggu pagi, 28 Desember 2014 pukul 06.17 WIB lalu, pesawat AirAsia jatuh. Pesawat dengan nomor penerbangan QZ8501 ini dinyatakan hilang dalam penerbangan jarak pendek dari Surabaya menuju Singapura.
Beberapa hari kemudian, serpihan Airbus A320-200 yang membawa 162 orang di dalamnya itu ditemukan di Selat Karimata. Tak ada yang selamat dalam musibah tersebut.
Namun, pesawat nahas ini rupanya tak hanya merenggut nyawa para penumpang. Gavin Prince Jones (37), seorang teknisi Airbus A320--yang mirip dengan pesawat yang celaka--didera rasa bersalah. Ia merasa ikut menyebabkan AirAsia QZ8501 menemui nasib nahas.
Pria asal Saltney, Cheshire, Inggris tersebut lalu melakukan tindakan nekat: bunuh diri.
Dalam pemeriksaan, keluarga korban menceritakan bagaimana insinyur tersebut menjadi 'gila' dengan pikiran yang tak masuk akal bahwa dia-lah yang menyebabkan kecelakaan maut itu terjadi.
Sang istri, Louise, menemukan Gavin, yang bekerja untuk Airbus di Broughton, Flintshire, dalam kondisi tergantung, dengan leher terjerat pada 20 Januari 2015. Ia menggantung dirinya. Pesan terakhir yang ditulis dalam secarik kertas ditemukan di dekatnya.
Dalam pemeriksaan di West Cheshire Magistrates Court, pengadilan yang menyidangkan perkara kecil dan perdata, diketahui bahwa mendiang Gavin mengalami depresi akibat kombinasi masalah: merasa bersalah atas kecelakaan AirAsia, kematian ayahnya, juga terpengaruh percakapan dengan tema berat, soal bunuh diri dengan seorang temannya.
"AirAsia yang jatuh setelah Natal adalah Airbus A320 di mana ia menjadi teknisinya," kata sang istri.**