Sukses

Jaksa Keberatan Baasyir Disidangkan di Cilacap

Menurut sang jaksa, dengan ketidakhadiran Baasyir, sidang pelimpahan tak sesuai prosedur.

Liputan6.com, Jakarta - Pengajuan permohonan terpidana kasus terorisme, Abu Bakar Baasyir agar persidangannya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Cilacap, Jawa Tengah, dikabulkan oleh hakim Achmad Rivai di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pengabulan permohonan tersebut sontak membuat jaksa dari Kejaksaan Agung keberatan.

Menurut sang jaksa, dengan ketidakhadiran Baasyir, sidang pelimpahan tak sesuai prosedur.

"2 kali sidang di PN Jakarta Selatan ini kan pemohon belum dihadirkan. Itu tidak sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor I Tahun 2012," ujar Anita Dewiyani selaku jaksa yang hadir dalam sidang tersebut di PN Jakarta Selatan, Selasa (1/12/2015).

Namun Hakim Achmad Rivai tetap tidak menghiraukan keberatan yang disampaikan jaksa.

"Keberatan boleh saja disampaikan. Keputusannya tetap untuk dilimpahkan ke PN Cilacap," pungkas Hakim Achmad Rivai.

Dengan keputusan tersebut, nasib Baasyir akan ditentukan oleh Pengadilan Negeri Cilacap. Hakim Achmad Rivai memerintahkan majelis hakim Pengadilan Negeri Cilacap segera mengirimkan berita acara persidangan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, apabila sidang sudah usai.

Achmad Rivai mengambil sikap agar PN Cilacap membantu untuk mengambil alih persidangan tersebut. Ia menegaskan, pihak pemohon dan termohon hanya tinggal menunggu panggilan sidang dari PN Cilacap.

Sementara Baasyir menghuni Lapas Batu, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah sejak 6 Oktober 2012 setelah dipindah dari Rumah Tahanan Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, Jakarta. Sejak 15 Januari 2013, Baasyir dipindah ke Blok D Lapas Pasir Putih, Nusakambangan.

Baasyir dinyatakan bersalah karena terbukti merencanakan atau menggerakkan orang lain dengan memberikan dananya untuk kegiatan pelatihan militer di Pegunungan Jantho, Aceh Besar.

Dana yang terbukti dihimpun Baasyir sejumlah Rp 350 juta, dengan rincian Rp 150 juta didapat dari Haryadi Usman dan Rp 200 juta dari Syarif Usman serta sebuah 'handycam' dari Abdullah Al Katiri.