Sukses

Kontras: Kehidupan Korban Kekerasan Seksual JIS Dirusak Ibunya

MAK kini terpaksa diungsikan ke luar negeri bersama keluarganya.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus dugaan kekerasan seksual terhadap siswa Jakarta Intercultural School (JIS) berinisial MAK menyita perhatian publik. ‎Kasus tersebut telah menyeret sejumlah petugas kebersihan sekolah itu ke dalam penjara. Termasuk, 2 pengajar JIS sebelum akhirnya dibebaskan.

‎Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar menilai, kasus ini telah merampas hak korban sebagai anak. Apalagi kasus itu cenderung dipaksakan, seolah-olah benar terjadi tindak pidana pelecehan seksual anak di lembaga pendidikan yang sebelumnya bernama Jakarta International School (JIS) itu.

"Saya melihat bahwa apa yang dilakukan ibunya MAK, polisi, jaksa, sampai pengadilan, merekalah sebenarnya yang sedang merusak kehidupan MAK," ujar Haris usai menyampaikan hasil eksaminasi atas putusan perkara kekerasan seksual di JIS, Warung Daun, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (1/12/2015).

"Kasusnya tidak terbukti, tapi mereka paksakan. Mereka paksa anak ini untuk memberikan kesaksian, mereka paksa anak ini tercatat dalam sejarah, terlibat dengan suatu peristiwa yang penuh kontroversial. Ini kan merugikan dia," sambung dia.

Akibatnya, MAK kini terpaksa diungsikan ke luar negeri bersama keluarganya. Bocah yang dianggap sebagai korban pelecehan seksual oleh petugas kebersihan dan guru JIS, kini tak lagi mengenyam pen‎didikan di Tanah Air.


"Coba cari di mana dia (MAK) sekarang, diungsikan sampai ke luar negeri. Itu artinya membuat dia dikucilkan oleh publik, karena kredibilitas kasus ini rendah," tutur Haris.

Karena itu, Haris meminta ibu MAK dan para penegak hukum yang mengurus kasus tersebut bertanggung jawab terhadap apa yang dialami ‎bocah nahas itu.

"Saya mau bilang bahwa sebetulnya yang patut diduga mengganggu hak hukumnya MAK adalah orang-orang yang memaksakan kasus ini jalan terus. Itulah mereka yang harus bertanggung jawab," tegas dia.

‎Sejumlah aktivis termasuk Kontras, akademisi, LSM, dokter forensik, hingga mantan jaksa melakukan eksaminasi terhadap putusan pengadilan atas kasus dugaan kekerasan seksual anak di JIS.

Dari kajian itu, ditemukan sejumlah bukti kasus kekerasan seksual anak tersebut cenderung dipaksakan. Antara lain, adanya pelanggaran terhadap hukum formil, tidak terpenuhinya hukum materiil, dan tidak terlindunginya kepentingan anak.

"Untuk itu, saran kami dalam eksaminasi ini adalah meminta MA (Mahkamah Agung) untuk memeriksa penerapan hukumnya terhadap fakta yang ada, hukumnya itu tepat atau nggak. Saya mencurigai hukum-hukum acara, hukum-hukum prosedur yang digunakan itu tidak memenuhi prinsip-prinsip yang tepat," pungkas Haris. (*)

Video Terkini