Sukses

KRL Vs Metro Mini, Penutupan Palang Pintu KA Sesuai Protap

Polisi menduga kelalaian berasal dari sopir metro mini.

Liputan6.com, Jakarta - Kecelakaan maut yang melibatkan KRL dan metro mini di pintu perlintasan kereta api Tubagus Angke, Tambora, Jakarta Barat menjadi perhatian banyak pihak. Pasalnya, kecelakaan yang melibatkan moda transportasi umum kerap terjadi di Jakarta. Keselamatan pengguna transportasi pun terancam.

Kapolda Metro Jaya Irjen Tito Karnavian mengungkapkan hasil penyelidikan sementara‎, petugas penjaga pintu perlintasan kereta telah menjalankan tugasnya sesuai prosedur. Dia menduga kelalaian berasal dari sopir metro mini.

"Kami sudah interview yang jaga palang kereta, itu sudah diperingatkan 700 meter sebelum kereta masuk. Protapnya katanya seperti itu," ujar Tito di Balai Kota Jakarta, Senin (7/12/2015).

Bahkan suara sirene peringatan sudah berbunyi. Namun, bus tersebut tetap melaju.

Memang, kata dia, palang pintu tidak menutup seluruh perlintasan. Jalur arah berlawanan tidak tertutup oleh palang. Celah ini yang dimanfaatkan sopir kendaraan itu.

"Nah, metro mini menurut saksi mata ada celah di sebelah kanan, kemudian masuk. Saat masuk kereta lewat, pas mereka (bus) ada di tengah, di atas rel terdorong," papar Tito.

Dia mengaku sangat prihatin dengan insiden ‎yang menewaskan 18 penumpang termasuk sang sopir bus.

Polisi, lanjut dia, tetap melanjutkan penyelidikan kasus ini. Polisi ingin menjadikan kasus ini sebagai pembelajaran semua pihak penyedia angkutan umum agar lebih mengutamakan keselamatan penumpangnya. Termasuk, tingkat keamanan di jalur kereta.

"Tapi, kita tak berhenti di situ. Kita melihat ini puncak gunung es dari sistem transportasi publik yang tak memadai. Masih banyak pintu kereta lain, masih banyak metro mini lain. Ini jangan sampai terulang lagi," tegas Tito.

Dia berharap, semua pihak terkait bertanggung jawab atas insiden berdarah di Jakarta Barat itu. ‎Ke depan, PT KAI pun diminta membenahi sistem keamanan di sepanjang jalur kereta. Sementara pengelola angkutan umum diminta lebih selektif merekrut sopir. Pemeliharaan armada juga harus diperhatikan dengan baik.

"Jadi kita jangan sampai karena kasusnya berhenti lantaran sopirnya meninggal dunia, lalu semua selesai. Ini kita harus bicarakan dengan stakeholder terkait supaya jangan sampai terulang lagi, maka harus diperbaiki sistem transportasi publik," tandas mantan Kapolda Papua itu.