Liputan6.com, Jambi - Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jambi, Hasan Basri Agus (HBA)-Edi Purwanto (EP) menggelar kampanye akbar terakhirnya di Kecamatan Rimbo Bujang, Kabupaten Tebo, Jambi, akhir pekan lalu. Momen itu dimanfaatkan sang petahana untuk menebar janji.
Hasan berkomitmen akan meningkatkan dan memprioritaskan pelayanan di berbagai sektor apabila terpilih kembali sebagai gubernur. Termasuk di dalamnya ialah janji melanjutkan program beasiswa andalannya selama ini.
"Peningkatan infrastruktur, kesehatan, ekonomi dan tentunya pendidikan akan kami tingkatkan. Program beasiswa akan tetap kita lanjutkan," ujar Hasan disambut sorak sorai ribuan massa yang menyemut, Sabtu, 5 Desember 2015.
Hasan menegaskan program beasiswa itu untuk meningkatkan kualitas para putra daerah di Jambi agar provinsi itu bisa mandiri membangun daerah. Selama memimpin Jambi, dia telah menggelontorkan anggaran Rp 25,50 miliar untuk membiayai program beasiswa bagi para mahasiswa S1 hingga S3.
Advertisement
Baca Juga
Niat baik itu ternyata menyimpan masalah. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan realisasi penggunaan anggaran sebesar Rp 19,5 miliar lebih dinilai telah menabrak berbagai aturan. Tak tanggung-tanggung, kebijakan Hasan setidaknya melanggar 4 regulasi.
Dalam Pasal 1 angka (15) Permendagri Nomor 39/2012, misalnya, disebutkan belanja bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari Pemerintah Daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadi resiko sosial.
Merujuk pada aturan itu, BPK menyatakan anggaran beasiswa tersebut seharusnya tidak dicomot dari dana bansos. Apalagi, BPK mengungkapkan dana bansos lebih banyak digunakan untuk kepentingan pribadi, seperti pembelian laptop, pembayaran tagihan dan transportasi.
Laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2014 juga menyebut ada dana lebih dari Rp 5,2 miliar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan terkait program beasiswa pendidikan. Lagi-lagi, dana itu diambil dari pos anggaran bantuan sosial (bansos).
Dari total 2.111 penerima beasiswa, 1.597 orang atau senilai Rp 15,49 miliar juga belum menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana beasiswa. Rinciannya, 11 orang penerima Bantuan Beasiswa bagi Mahasiswa S3 Luar dan Dalam Provinsi Jambi, 298 orang Bantuan Beasiswa bagi Mahasiswa S2 Luar dan Dalam Provinsi Jambi, 1.204 orang penerima Bantuan Beasiswa bagi Mahasiswa S1 Luar dan Dalam Provinsi Jambi.
Kemudian, ada 6 orang penerima Bantuan Beasiswa bagi Mahasiswa Program Lanjutan S3 Tahun 2013 Luar dan Dalam Provinsi Jambi, 29 orang penerima Bantuan Beasiswa bagi Mahasiswa S2 Program Lanjutan Tahun 2013 Luar dan Dalam Provinsi Jambi.
Terakhir, ada 42 orang Bantuan Beasiswa bagi Mahasiswa S3 Program LanjutanTahun 2012 Luar dan Dalam Provinsi Jambi dan 7 orang penerima Bantuan Beasiswa bagi Mahasiswa Program Kerja Sama dengan STKS Bandung.
BPK juga menyatakan telah terjadi kerugian negara pada program tersebut senilai Rp 5,007 miliar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh 282 mahasiswa. BPK meminta agar Dinas Pendidikan Provinsi Jambi segera menarik anggaran tersebut dan dikembalikan ke kas negara.
Tokoh Politik di Daftar Penerima Beasiswa
Selain dugaan penyelewengan dana, program beasiswa juga disorot akibat masuknya sejumlah politikus sebagai calon penerima beasiswa. Daftar calon penerima beasiswa Dinas Pendidikan Provinsi Jambi memasukkan nama politikus Partai Demokrat sekaligus Ketua Komisi I DPRD Provinsi Jambi Nasri Umar.
Ada pula nama Ketua Fraksi Partai Gerindra, Muhammadiyah. Kedua partai itu faktanya menjadi partai pengusung Hasan Basri Agus maju pada Pilgub Jambi 2015 bersama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
"Itu kan proses oleh tim seleksi, saya mengikuti seleksi sesuai prosedur," kata Nasri, Agustus 2015 lalu.
Nasri membantah apabila terpilihnya dia sebagai calon penerima beasiswa itu karena kedekatannya dengan Hasan Basri yang notabene juga menjabat sebagai Ketua DPD Partai Demokrat di Jambi.
"Tidak benar lah itu, saya sama seperti peserta lain, mengikuti berbagai seleksi dari awal," jawab dia.
Sedangkan, Muhammadiyah memilih mengundurkan diri sebagai calon penerima beasiswa saat proses tahap wawancara oleh tim seleksi. Ia beralasan masih banyak orang lain yang lebih membutuhkan beasiswa itu.
"Saya mundur bukan masalah administrasi, tapi karena ada banyak yang lebih membutuhkan. Makanya saya memilih mundur," kata Muhammadiyah.
Advertisement
Mendadak Batal
Menanggapi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu, Hasan Basri mengatakan hal itu sudah ditindaklanjuti oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jambi.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jambi Rahmad Derita akhirnya memutuskan program beasiswa khusus untuk S2 dan S3 dibatalkan sementara yang semestinya dikucurkan mulai Agustus 2015.
Pembatalan tidak berlaku untuk program beasiswa S1 karena Hasan Basri sudah memasukkannya dalam program Satu Miliar Satu Kecamatan (Samisake) semasa masih menjadi gubernur.
Namun, Rahmad menolak pembatalan itu terkait dengan temuan BPK soal dugaan pelanggaran penggunaan anggaran. Dia beralasan munculnya masalah dan defisit anggaran lah yang menyebabkan program beasiswa ditiadakan.
"Tidak ada hubungannya itu. Pergeseran anggaran beasiswa itu murni akibat defisit anggaran Pemprov Jambi 2015. Pembatalan ini karena ada pergeseran belanja langsung sebesar Rp 16,587 miliar. Jadi, yang bersifat bantuan kita alihkan untuk peningkatan sarana pendidikan," kata Rahmad.
Walau begitu, Rahmad mengakui adanya masalah dalam laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran. Dinas Pendidikan kini sedang menagih laporan pertanggungjawaban mahasiswa yang belum disampaikan sesuai instruksi BPK.
Calon Penerima Kecewa
Akibat keputusan sepihak itu, sejumlah penerima program beasiswa kecewa berat. Amrullah, mahasiswa Pascasarjana Jambi yang menuntut ilmu di Universitas Medan Jurusan Biologi, mengaku telah mengeluarkan sejumlah biaya selama seleksi.
Ia setidaknya menghabiskan Rp 1 juta untuk ongkos pulang pergi dari Medan ke Jambi. Itu pun jika lewat jalan darat yang menghabiskan waktu hingga 20 jam.
"Pemprov Jambi harus memberikan ganti rugi. Menyita waktu lama. Ini justru dibatalkan," keluh Amrullah.
Ia menduga ada muatan politis dalam pengambilan keputusan itu. Sebab, program beasiswa pendidikan yang diluncurkan jelang pilgub tiba-tiba dibatalkan. Ia menilai Dinas Pendidikan yang mengelola program beasiswa tersebut tidak profesional.
"Anggaran jelas sudah ada, rekrutmen sudah, tapi tiba-tiba dibatalkan," sesalnya.
Kekecewaan juga diungkapkan mahasiswa pascasarjana pendidikan karakter STAIN Kerinci, Reza Hendrawan. Ia menilai, pembatalan program beasiswa oleh Pemprov Jambi justru telah merusak dunia pendidikan di Jambi.
"Dinas pendidikan harus bertanggungjawab," tegas Reza.
Kejaksaan Turun Tangan
Polemik seputar dana program beasiswa Provinsi Jambi sudah tercium aparat penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi. Beberapa bulan terakhir, sejumlah nama penting di Pemprov Jambi sudah dipanggil untuk diminta keterangannya.
Diantaranya seperti Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jambi Rahmad Derita dan Sekda Provinsi Jambi sekaligus mantan Kepala Inspektorat Provinsi Jambi Ridham Priskap. Beberapa nama lain yang terkait juga sudah diminta keterangannya oleh penyidik.
"Kita masih dalami dimana anggarannya antara 2012-2014. Ada beberapa nama lain yang juga akan minta keterangannya," ujar Kasi Penyidikan Kejati Jambi Imran Yusuf.
Khusus untuk pemanggilan Ridham Priskap, Imran menjelaskan jika keterangannya diperlukan terkait soal audit.
"Apakah inspektorat pernah melakukan pemeriksaan atau tidak. Lalu apabila diperiksa hasilnya apa, mengingat jabatan Ridham Priskap waktu itu kan sebagai inspektur di Inspektorat Provinsi Jambi," jelas Imran.
Sayang, Imran enggan menjelaskan secara rinci akan kasus program beasiswa pendidikan itu. Ia beralasan masih dalam tahap penyelidikan.
Advertisement