Liputan6.com, Jakarta - Junimart Girsang menghela napasnya usai bertemu Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah. Dia tidak sendiri. Tiga koleganya yang duduk di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) juga turut dalam pertemuan tersebut.
Mereka ramai-ramai ke Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jalan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Kamis (10/12/2015). Tujuannya satu, meminta rekaman percakapan Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
Baca Juga
Rekaman yang tersimpan di telepon genggam purnawirawan Marsekal Muda Maroef itu rencananya akan digunakan sebagai materi dalam persidangan kode etik dengan terlapor sang 'Komandan', Setya Novanto.
Namun, apa yang diharapkan tersebut rupanya jauh panggang dari api. Kejaksaan menolak permintaan para majelis tersebut. Bukan tanpa dasar, penolakan didasari permintaan empunya telepon genggam dan rekaman, Maroef Sjamsoeddin.
"Ya itu kan memang agak susah. Tapi kita kan juga memegang amanah. Amahah yang punya HP tersebut tidak mengizinkan. Mungkin beliau-beliau langsung minta ke Pak Maroef," terang Arminsyah, saat disinggung alasan pihaknya tidak memberikan rekaman tersebut.
Meski demikian, Majelis MKD tidak patah arah. Mereka memutuskan untuk kembali menggelar rapat internal menindaklanjuti langkah selanjutnya pascapenolakan permintaan rekaman tersebut.
"Jadi berdasarkan surat ini, maka kami di MKD akan sesegera mungkin hari ini rapim (rapat pimpinan) untuk memutuskan langkah selanjutnya," ungkap Junimart yang menjabat Wakil Ketua MKD ini.
'Titipan' Sebelum Sidang
Kamis 3 Desember 2015. Sidang MKD yang menyidangkan dugaan pelanggaran etik Setya Novanto kembali digelar. Hari itu cukup ditunggu para majelis dan juga publik. Karena, yang akan memberikan kesaksian sekaligus keterangan adalah Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Selain juga pengusaha minyak Riza Chalid.
Sidang lanjutan tersebut sehari sebelumnya menghadirkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. Mantan Direktur Utama PT Pindad itu membuka sidang perdana MKD dengan membeberkan isi rekaman secara utuh berdurasi 1 jam 20 menit 17 detik. Posisi Sudirman dalam persidangan adalah sebagai Pengadu terkait adanya dugaan kongkalikong perpanjangan kontrak karya Freeport.
Kesaksian Maroef dan Riza sangat dinanti. Adik kandung Letnan Jenderal (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin itu menjadi kunci membongkar dugaan pemufakatan yang dilakukan Setya Novanto dan Riza Chalid. Maroef pula lah yang berinisiatif merekam percakapan dari pertemuan ketiga tersebut. Percakapan tiga orang besar itu berlangsung di lantai 21 hotel elite di Jakarta Pusat.
"Pada awal saya masuk sebagai Presiden Direktur Freeport, visi saya terciptanya good and great management berbasis akuntabilitas dan transparansi. Sehingga segala sesuatu saya harus secara jujur dan bertanggung jawab kepada perusahaan dan negara. Sehingga hal ini saya lakukan bahwa kalau terjadi suatu hal saya bisa pertanggungjawabkan," kata Maroef menjelaskan alasan dia merekam percakapan tersebut, kepada Majelis MKD.
Di tengah persidangan, ada hal mengejutkan yang disampaikan mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) ini. "Yang Mulia, saya sudah diperiksa Jampidsus sejak semalam dan berlanjut sampai tadi pagi," ujar Maroef.
Pernyataan tersebut yang membuka mata bahwa jeratan pidana dibidikkan Korps Adhyaksa kepada Novanto. Unsur yang dicari adalah dugaan pemufakatan jahat yang mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"HP saat ini sudah diambil kejaksaan untuk pendalaman case karena di situlah pembicaraan direkam," Maroef menambahkan.
Memang, rencana Kejagung menyelidiki unsur korupsi dalam pemufakatan jahat yang diduga dilakukan Novanto dan Riza Chalid sudah lama diembuskan Jaksa Agung HM Prasetyo. Dalam mengusut pidana tersebut, Penyidik kejaksaan tidak membutuhkan laporan dari pihak yang merasa dirugikan.
Dalil yang digunakan adalah, pemufakatan jahat mengenai tindak pidana korupsi sendiri diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Meskipun tindak pidana korupsi belum dilakukan, tetapi melalui ucapan dan tindakan yang dilakukan memunculkan niat melakukan korupsi dapat dipidana.
Maroef Menolak
Surat Pernyataan
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Maroef Sjamsoeddin
Pekerjaan : Presdir PT FI
Alamat: Plaza 89, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan
Menyatakan, bahwa 1 buah HP merek Samsung untuk merekam pembicaraan saya dengan Sdr. SN dan MRC saya pinjamkan kepada pihak Kejaksaan Agung sampai dengan tuntasnya kelanjutan pendalaman teknis yang dimulai pada 3 Desember 2015 pukul 08.00 WIB.
Selanjutnya, apa yang saya serahkan berupa 1 buah flashdisk rekaman adalah otentik dengan HP yang saya pinjamkan kepada tim penyidik Kejagung RI, sehingga saya keberatan untuk dipinjamkan kepada siapa pun,
Jakarta, 8 Oktober 2015
Ttd
MAROEF SJAMSOEDDIN
Selembar kertas A4 dengan tulisan tangan menjadi dasar Kejagung menolak memberikan rekaman percakapan Setya Novanto. Surat tersebut ditulis langsung Maroef Sjamsoeddin, perekam percakapan, 8 Desember 2015, usai menjalani pemeriksaan di Kejagung.
Penolakan menjadi sinyal bahwa Maroef ingin penyidikan dugaan pemufakatan jahat Novanto dan Riza Chalid yang tengah berproses di Kejagung tidak diganggu-gugat. Menjadi pertanyaan kemudian; Apakah Maroef tidak percaya dengan proses etik yang juga tengah berproses di MKD DPR?
Kejaksaan punya alasan mengapa harus Maroef yang menolak permintaan MKD dan bukan penyidik kejaksaan sendiri. Alasannya, telepon genggam berisi percakapan tersebut bukan berstatus barang sitaan, tapi titipan.
Penyidik sendiri masih terus mendalami dan mempelajari rekaman tersebut dengan menggandeng ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
"Belum menyebut barang bukti, sekarang masih penyelidikan. Tapi sekarang itu diteliti oleh ahli ITB," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Amir Yanto.
"Alat rekaman tersebut memang ada pada kita. Itu diserahkan Pak Maroef. Tapi kita tidak bisa memenuhi permintaan dari MKD karena barang tersebut bukan barang sitaan kita. Jadi otoritas secara penuh hanya menerima seperti titipan untuk kita gunakan," terang Arminsyah, Kamis (10/12/2015).
Sementara itu, Jaksa Agung HM Prasetyo menjamin proses penyelidikan yang dilakukan pihaknya berjalan objektif. Meski MKD masih berproses, namun Prasetyo menjamin apa yang dilakukan penyidiknya tidak akan terpengaruh dengan sidang MKD.
"Intinya selaraskan dengan apa yang sedang berjalan dengan sidang MKD. Bukan berarti kita nunggu, kita jalan masing masing," ujar Prasetyo, Jumat 4 Desember 2015.