Sukses

Sastrawan Leon Agusta Berpulang

Leon Agusta tercatat sebagai pemimpin Bengkel Teater Padang (1972) dan anggota Dewan Kesenian Jakarta.

Liputan6.com, Padang - Duka menghampiri dunia sastra Indonesia. Salah seorang putra terbaiknya, Leon Agusta, meninggal dunia dalam usia 77 tahun, di Rumah Sakit Umum Pusat M Djamil Padang, Kamis (10 Desember 2015), pukul 16.25 WIB.

Anak almarhum, Julia F Agusta, mengatakan, Leon dilarikan ke rumah sakit pada pukul 04.14 WIB karena napas sesak hingga kemudian tidak sadarkan diri.

"Di rumah bapak tak sadar, napasnya sangat sesak, dipanggil tak respons. Sehingga sebelum subuh dibawa ke RS Yos Sudarso. Dari Yos, kondisinya tetap tak sadar. Paru-paru tak merespons, sehingga dengan rekomendasi dokter dirujuk ke  M Djamil. Meninggal di M Djamil," jelas Julia.

"Papa ada asma lama, ada gula, ada infeksi paru-paru. Tadi kata dokter, salah satunya paru tak bsa nahan karena asma sedang kambuh," tambah dia.

Menurut Julia, Leon disemayamkan di rumah keluarga di Bungus Taluak Kabuang, Padang.  

 


Leon Agusta lahir di Sigiran, Nagari Tanjung Sani Maninjau, Sumatra Barat pada 5 Agustus 1938. Ia pernah tinggal di Padang sebelum pergi merantau ke Jakarta pada 1970-an. Hingga masa tua, ia lebih banyak menghabiskan waktu di Jakarta.

Dikatakan Julia, Leon sudah 11 hari di Padang sebelum meninggal. "Papa memang minta pulang ke Padang. Saya satu-satunya anak yang di Padang. Karena masih ada urusan, ketika saya bilang Sabtu, dia bilang Jumat. Satu hari sangat berarti," tandas Julia.

Sebelum berkiprah sebagai sastrawan, Leon pernah menjadi guru SGB Bengkalis (1959). Di dunia seni dan sastra, Leon tercatat sebagai pemimpin Bengkel Teater Padang (1972) dan anggota Dewan Kesenian Jakarta.

Ia mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1976-1977).  Kemudian menerbitkan sebuah kumpulan puisi berjudul Di Sudut-sudut New York Itu (1977) dan sebagian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.

Setelah menulis puisi selama lebih kurang 15 tahun dia mengatakan: "Menulis puisi bukan pekerjaan, menjadi penyair bukan tujuan." Ini dikatakannya dengan kesadaran hidup yang lebih luas dibanding dengan masalah penciptaan puisi semata-mata.

Ia menulis banyak buku antara lain 'Monumen Safari' kumpulan puisi' (1966), 'Catatan Putih' kumpulan puisi (1975), 'Di Bawah Bayangan Sang Kekasih' novel (1978), 'Hukla' kumpulan puisi (1979), 'Berkemah dengan Putri Bangau' kumpulan puisi anak-anak (1981), 'Hedona dan Masochi' kumpulan cerpen (1984).

Sahabat almarhum sekaligus sastrawan Sumatra Barat Nasrul Azwar mengaku merasa kehilangan dengan kepergian Leon Agusta.

Menurut dia, Leon orang yang gelisah terhadap Minang di masa tuanya. Meski tinggal di Jakarta, di masa tua ia sering bolak-balik Padang untuk urusan budaya dan sastra.

Bukti kegelisahan Leon, sebut Nasrul, Leon mendirikan Leon Agusta Institute di mana anaknya Julia yang ngurus saat ini. Lembaga tersebut dimaksudkan menjadi think-thank Minangkabau.

"Lembaga itu punya moto perubahan dalam arus kebudayaan," ujar lelaki yang biasa dipanggil Mak Naih ini. Ditambahkan Mak Naih, Leon aktif sebagai penyair dan penulis hingga usia tua.

Video Terkini