Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menuai banyak kecaman. Kecaman ini berawal dari keputusan MKD menggelar sidang etik Ketua DPR Setya Novanto pada 7 Desember 2015 secara tertutup.
MKD dinilai melindungan Setya yang terjerat kasus dugaan 'papa minta saham'. Tindakannya itu dianggap melukai hati dan nurani rakyat.
"Kami merasakan, hati kami terluka, nurani kami terkoyak, harga diri kami terhina, karena oknum anggota DPR yang ingin menutupi kasus ini. Kami marah dengan MKD. Untuk ini kami mencatat dengan baik, MKD telah melukai rakyat," kata Sekretaris Eksekutif Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Romo Guido Suprapto di Gedung PGI, Jakarta, Jumat (11/12/2015).
Menurut dia, MKD cukup membuktikan ada pertemuan itu atau tidak, untuk melihat pelanggaran kode etiknya. "MKD itu tinggal menjelaskan, kalau tidak ada pertemuan seperti itu, tolong buktikan saja. Tapi jika ada pertemuan itu, sekarang berpikir dengan jelas," ujar Romo Guido.
Mantan Ketum PGI, Pendeta Andreas A Yemangoe meminta agar anggota MKD segera bertobat. Pertobatan mereka harus disaksikan oleh masyarakat yang telah menyaksikan sidang itu.
"Rakyat kita lelah melihat sandiwara serta dagelan. DPR dan MKD harusnya berhenti dengan dagelan yang tidak lucu itu. Saran saya bertobatlah," ungkap Pendeta Andreas.
Baca Juga
Sekretasis Umum PGI, Pendeta Gomar Gultom menilai perbuatan Setya Novanto telah melanggar nilai kemanusian. Dia menyebutkan Setya harus mundur dari jabatannya.
"Dosa itu ranah dia (Setnov) dengan Tuhan, kita tak menghakimi dia dengan hal itu. Tapi ini melanggar nilai kemanusian, etika. MKD cukup di ranah itu. Apakah patut atau tidak. Kalau tidak patut, ya harus mundur. Jangan lagi mempersalahkan prosedural, rekaman ini legal atau tidak," tutup Pendeta Gomar.
MKD akan kembali bersidang pada Senin 14 Desember 2015. Mereka berencana memanggil saksi-saksi lagi. Salah satunya, pengusaha yang diduga terlibat dalam perekaman 'papa minta saham', Riza Chalid.