Liputan6.com, Jakarta - Anggota Fraksi PDIP Masinton Pasaribu mengatakan, pembentukan Pansus Freeport merupakan momentum untuk memperbaiki sistem tata kelola migas nasional.
Â
Selama ini, menurut dia, Freeport telah menerapkan sistem kolonialisme gaya baru layaknya sebuah persekutuan dagang Hindia Belanda, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di masa penjajahan Belanda.
"Kita sudah seperti dijajah. Salah satu komisaris Freeport beberapa waktu lalu pernah bilang, kalau bisa perpanjangan kontrak sampai 2041. Itu seakan-akan emas itu jadi hak mereka," kata Masinton di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (12/12/2015).
Anggota Komisi III DPR ini menilai, jika pemerintah tidak tegas terkait persoalan Freeport, dikhawatirkan pemerintah ke depan hanya bisa tunduk kepada kepentingan asing. Karena itu, hal ini harus dibedah di Pansus Freeport.
"Benteng kolonialisme itu di Indonesia harus dijebol. Kalau tidak mampu jebol, maka ita akan jadi bangsa bungkuk-bongkok di depan kepentingan asing. Pansus Freeport momentumnya," ujar dia.
Baca Juga
Â
Dalam kesempatan yang sama, anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto mengatakan, pembentukan Pansus Freeport sebaiknya diusulkan setelah masa reses atau tahun depan.
Advertisement
Jika saat ini digulirkan, masa persidangan DPR akan berakhir pada pekan depan. "Saya siap menjadi salah satu inisiator pembentuknya," imbau Yandri.
Ia menambahkan, pembentukan Pansus Freeport tentu bukan persoalan mudah. Perusahaan tambang tersebut tentu akan berupaya menggagalkan inisiasi pembentukannya.
Sebab, lanjut Yandri, jika sampai pansus terbentuk, maka sejumlah persoalan lain di dalam Freeport akan terbongkar.
"Kita ingin melihat apakah nantinya ada kongkalikong dibalik kontrak karya dengan perusahaan tambang Amerika itu," papar Yandri.
Termasuk, lanjut dia, persoalan pencemaran lingkungan, mark up laporan keuangan, siapa yang bermain di pajak, siapa penguasa masa lalu yang bermain.
"Kita akan bongkar kesalahan itu lewat pansus Freeport," tandas Yandri.