Liputan6.com, Washington DC - Calon kandidat presiden Donald Trump dari Partai Republik kembali membuat pernyataan kontroversial. Kali ini ia meminta aparat AS menutup secara total agar muslim tak masuk ke Negeri Paman Sam.
Pernyataan itu muncul setelah insiden penembakan massal di Bernardino, California, Amerika Serikat, Kamis 3 Desember 2015. Sebanyak 14 orang tewas dan 17 terluka setelah pasangan penembak memuntahkan peluru antara 65 hingga 75 kali.
Bukan kali ini saja Trump melontarkan ide konyol. Dia sebelumnya juga mengusulkan agar masjid ditutup. Langkah itu dianggap sebagai upaya mencegah serangan garis keras di negara Paman Sam.
Advertisement
Dalam pernyataannya, Trump juga mengatakan begitu banyak muslim seluruh dunia membenci Amerika Serikat, sehingga penting bagi negeri itu untuk melarang mereka masuk.
"Sampai kita bisa memilah dan mengerti masalah ini, mengapa mereka membenci kita, bahaya ancaman itu masih nyata. Negara kita tidak bisa lagi menjadi korban penyerangan bagi mereka yang hanya mengerti soal jihad dan tidak punya rasa hormat terhadap kemanusiaan," kata Trump seperti dilansir dari The Guardian, Selasa, 8 Desember 2015.
Sontak perkataan itu beberapa kali diinterupsi. Awak media mempertanyakan pernyataan kontroversial itu. Namun Trump hanya menjawab, "Well, rencana saya itu mungkin secara politik tidak benar, tapi saya tidak peduli."
Menurut manajer kampanye Corey Lewandowski, proposal Trump itu berlaku untuk semua muslim, termasuk mereka yang mencari visa imigrasi dan turis yang ingin berkunjung ke AS.
Staf yang lain mengatakan rencana itu berlaku bagi muslim Amerika yang sekarang berada di luar negeri termasuk keluarga, anggota militer, dan diplomat.
"Ini tidak berlaku bagi mereka yang berada di dalam negeri, tapi kita harus berhati-hati kepada mereka" ujar Trump.
'Panen' Kecaman
Pernyataan Donald Trump itu mendapatkan 'tinju' dari petinju legendaris Muhammad Ali. Lelaki kelahiran 73 tahun lalu di Louisville, Kentucky, AS, menegaskan bahwa Islam tidak mengajarkan membunuh orang tak berdosa.
"Saya seorang muslim. Adalah bukan tindakan yang islami membunuh orang-orang tak berdosa di Paris, San Bernardino, atau siapa pun di dunia," kata Ali seperti dikutip dari ABC News, Kamis 10 Desember 2015.
"Muslim sejati tahu bahwa kekerasan sadis yang dilakukan mereka -- yang mengklaim sebagai jihadis -- bertentangan dengan prinsip hakiki agama kami (Islam)."
Pria yang terlahir sebagai Cassius Marcellus Clay, Jr itu meminta semua muslim untuk mengambil sikap terhadap mereka yang menggunakan Islam untuk mengejar kepentingan pribadi.
White House atau Gedung Putih pun dibuat gerah. Juru bicara dari kantor Obama mengatakan, bahwa seharusnya Trump ditendang dari kancah pencalonan.
"Fakta bahwa Donald Trump berbicara seperti itu seharusnya ia tidak memenuhi syarat sebagai Presiden AS," kata Josh Earnest, juru bicara Gedung Putih seperti dilansir dari CNN, Selasa 8 November 2015.
Hillary Clinton, yang menjadi rival dalam pertarungan Pilpres AS, menyebut pernyatan itu tak hanya memalukan dan salah, namun juga berbahaya. "Sekarang dia sudah melewati batas," kata Hillary Clinton dalam wawancara program Late Night with Seth Meyers, seperti dikutip dari BBC, Sabtu 12 Desember 2015.
Kecaman deras juga mengalir dari Indonesia. Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menegaskan apa yang keluar dari mulut pengusaha properti itu bertentangan dengan nilai keberagaman yang dianut AS.
"Pernyataan tidak sesuai dengan nilai-nilai pluralisme yang diadopsi masyarakat AS karena moto AS e pluribus unum (out of many, one)," kata Retno di Nusa Dua, Jumat 11 Desember 2015.
Moto itu disampaikan atas fakta AS dibentuk atas kesediaan 13 koloni kecil untuk bergabung sebagai sebuah bangsa tunggal. Retno menilai pernyataan Trump tidak membantu dunia untuk menegakkan toleransi. "Karena itu yang dibutuhkan oleh dunia saat ini," imbuh Retno.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maruf Amin meradang. Pernyataan Trump itu dianggapnya tidak bernalar dan sudah melampaui batas. Sebab hal itu bisa memicu permusuhan.
"Itu sudah melampaui batas, bayangkan kalau Amerika melarang Muslim, negara Muslim melarang orang Barat masuk, apa yang terjadi, itu hanya memicu permusuhan saja, pernyataan primitif tak bernalar," kata Maruf seperti dikutip Antaranews, Rabu 9 Desember 2015.
Ia menilai, pernyataan politisi Amerika Serikat itu tidak bermutu dan menjauhkan rasa saling menghormati, tenggang rasa dan perdamaian yang kini dibutuhkan oleh dunia.
Tak hanya banyak menuai kecaman, gelar kehormatannya dari salah satu universitas bergengsi pun kandas. Universitas Robert Gordon (URG) di Skotlandia dilaporkan mencabut gelar kehormatan yang telah diberikan kepada Donald Trump pada 2010.
"Pernyataan Trump disebut betul-betul tidak sejalan dengan etos dan nilai-nilai yang dianut URG. Pada 2010, Trump dianugerahi gelar kehormatan karena prestasinya sebagai wirausahawan dan pebisnis,” ujar juru bicara URG seperti dikutip dari BBC, Kamis 10 Desember 2015.
Selain itu, Menteri Pertama Skotlandia, Nicola Sturgeon, juga mencabut jabatan duta bisnis Skotlandia -- GlobalScot ambassador -- dari Trump yang telah dipegangnya sejak 2006.
"Pernyataan Donald Trump menunjukkan kalau dia tidak lagi cocok menjadi duta bisnis untuk Skotlandia," tutur salah satu juru bicara pemerintahan Skotlandia.
Harta dari Miliuner Muslim
Saingan Trump, Jeb Bush menyebut sang pengusaha properti itu sedang mabuk saat mengeluarkan pernyataan kontroversial itu. Sebab Trump tidak sadar bahwa pundi-pundinya selama ini didukung oleh para miliuner Muslim. Baik itu dalam negeri AS, maupun usaha si raja properti di luar negeri.
Situs qz.com pada Rabu 9 Desember 2015 menyebut, Maskapai Qatar Airways yang dimiliki Raja Emir Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani menjadi penyewa di Trump Tower di kawasan elite 5th Avenue, Manhattan sejak 2008.
Kendati tidak diketahui berapa jumlah uang yang harus dirogoh oleh Qatar, menurut squarefoot.com harga sewa berkisar US$ 19.000 hingga US$ 100.000 per bulan.
Tak hanya menyumbangkan pundi-pundinya, salah satu orang terkaya di Arab pun mendukung langkah Trump maju dalam Pilpres AS. Adalah Al Habtoor, yang menulis sebuah artikel dukungan di surat kabar pada Agustus lalu.
Alhabtoor merupakan miliarder pemilik perusahaan konglomerasi Al Habtoor Group, yang membangun Bandara Dubai dan punya diler mobil mewah Aston Martin dan Bentley, juga beberapa hotel mewah. Pria ini juga masuk dalam daftar orang terkaya dunia versi Forbes.
"Saya bilang kita (orang Arab) muak dengan politisi, mereka merusak Timur Tengah, saya tulis... kita butuh pebisnis sukses seperti Trump," kata Khalaf Al Habtoor seperti dilansir dari CNBC, Kamis 10 Desember 2015.
Namun Habtoor mengaku menyesal beri dukungan kepada Donald Trump. Ini menyusul ucapan Trump yang dianggap dapat menebar kebencian antara orang Muslim dan AS.
"Saat dia berbicara mengenai Muslim, menyerang mereka, saya harus mengakui saya berbuat kesalahan karena pernah mendukung Trump," tukas Al Habtoor.
Dari fakta-fakta itu makin menguatkan bahwa penistaan terhadap pemeluk agama tertentu, dapat menuai gelombang protes dari segala penjuru angin. Karena toleransi yang telah terajut dalam benang warna agama akan terkoyak bahkan mengancam kedamaian dunia. Semoga tak ada lagi Donald Trump lainnya.