Liputan6.com, Jakarta - Penetapan artis Nikita Mirzani dan model sekaligus finalis Miss Indonesia 2014 Puty Revita sebagai korban perdagangan orang mengundang komentar Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa. Menurut Mensos, kepolisian sebenarnya bisa menjerat NM dan PR sebagai tersangka dengan Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 8/2007 tentang Ketertiban Umum.
Â
"Kita bisa gunakan regulasi Perda DKI Nomor 8 Tahun 2007. Ini tentang ketertiban umum. Kebetulan ini belum dicabut," ucap Khofifah di Wisma Antara, Jakarta Pusat, Senin (14/12/2015).
Baca Juga
Menurut Khofifah, dengan menggunakan Perda DKI Nomor 8/2007 itu, pekerja seks komersial (PSK), termasuk yang menjajakan via online, dapat dijerat dengan ancaman pidana. Itu berbeda dengan UU TPPO yang menempatkan PSK sebagai korban.
Menteri asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menerangkan, "Di Pasal 22 Perda Nomor 8/2007 itu detail sekali. Siapa yang menyiapkan, siapa yang mediasi, siapa yang menyiapkan ruangnya, lalu PSK-nya, itu disebutkan semuanya bisa terkena pidana."
Khofifah berpendapat jika PSK adalah orang yang setuju dirinya 'dijual', seharusnya bukan dianggap korban. Apalagi, yang menentukan besaran tarif adalah PSK yang bersangkutan.
"Kalau kita sebut korban trafficking itu, dia (PSK) adakah di situ dieksploitasi, adakah ancaman, pemaksaan, kekerasan atau sebetulnya ini terjadi atas nama kesepakatan transaksi (dari PSK)," ucap dia.
Karena itu, lanjut Khofifah, seharusnya aparat bisa menjerat NM dan PR atau pelaku prostitusi artis lainnya dengan menggunakan Perda DKI Nomor 8/2007 itu. Ancaman sanksi bisa berupa denda maupun kurungan penjara.
"Pada posisi ini, relatif semua akan terkena pidana. Dendanya antara Rp 500 ribu sampai Rp 30 juta. Penjaranya antara 20 sampai 90 hari," kata Khofifah.
Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri mengamankan 4 orang terkait dugaan prostitusi di Hotel Kempinski, Kamis malam, 10 Desember 2015. Keempatnya adalah artis Nikita Mirzani, model sekaligus finalis Miss Indonesia 2014 PR, serta muncikari berinisial O dan F.
Dalam perkembangan, Bareskrim Polri menetapkan O dan F sebagai tersangka. Keduanya dijerat dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO). Sementara, NM dan PR berstatus sebagai korban dan diserahkan pada Dinas Sosial Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.