Liputan6.com, Jakarta - Ketua MPR Zulkifli Hasan bersama Wakil Ketua MPR Oesman Sapta, Mahyudin dan EE Mangindaan, menerima kunjungan tokoh-tokoh masyarakat yang tergabung dalam kelompok Punakawan. Rombongan Punakawan dipimpin pengusaha yang juga budayawan Jaya Suprana, Frans Magniz Suseno, Emil Salim dan Mahfud MD.
Mereka menyampaikan berbagai kekhawatirannya terkait kondisi sosial politik Indonesia. Mulai dari persoalan kegaduhan di DPR yang melibatkan nama Setya Novanto, hingga kritik terhadap pelaksanaan Sosialisasi Empat Pilar MPR. Emill Salim mengatakan, sila-sila dalam Pancasila kini tengah diuji.
Sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa, jelas Emil, dihadapkan pada kenyataan bahwa Indonesia dianggap sebagai negara dengan tingkat toleransi sangat rendah. Pun memiliki potensi konflik yang sangat tinggi.
"Tingginya jumlah pengangguran dan minimnya penghasilan menjadi pemicu tingginya angka pencurian dan kebohongan, padahal itu tidak sesuai dengan sila kedua Pancasila," kata Emil.
Sila ketiga, menurut Emil, juga tidak kalah memprihatinkan. Karena provinsi-provinsi yang selama ini dikenal sebagai wilayah yang kaya namun rakyatnya malah hidup dalam kemiskinan. Sementara pulau Jawa, Bali, dan Sumatera malah menguasai lebih dari 80 persen potensi ekonomi Indonesia.
Sementara Frans Magniz Suseno menilai gaduh di DPR telah membuat masyarakat semakin tak percaya pada para wakilnya. Kondisi ini diperparah dengan sikap anggota DPR yang saling membela koleganya, bukan meminta mereka mundur dari anggota DPR.
Menanggapi berbagai masukan itu, Ketua MPR Zulkifli Hasan mengatakan, reformasi pada 1998 telah melahirkan negara Indonesia baru. Yaitu, negara Indonesia yang benar-benar berbeda dibanding sebelumnya.
"Kini setiap warga negara bisa mewujudkan cita-citanya, termasuk kesempatan warga Tionghoa menjadi kepala daerah. Namun, pada saat yang sama biaya demokrasi kita menjadi sangat tinggi, karena setiap anggota masyarakat bisa menentukan pilihannya," kata Zulkifli.
Menyakut gaduh pada sidang MKD DPR, Zulkifli berpendapat, sudah waktunya Indonesia berpikir untuk memiliki majelis etik. Majelis itu bisa menyidangkan semua kasus etika yang terjadi di seluruh lembaga negara.
"Wacana ini menjadi wajar karena indonesia juga sudah sejak lama memiliki peradilan hukum," pungkas Zulkifli.
Ketua MPR Wacanakan Pembentukan Majelis Etik Negara
Majelis itu bisa menyidangkan semua kasus etika yang terjadi di seluruh lembaga negara.
Advertisement