Sukses

Kocok Ulang Pimpinan Dinilai Justru Akan Pecah Belah DPR

Wacana pergantian satu paket pimpinan DPR pada masa sidang ini merupakan hal yang mustahil.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi III DPR Supratman Andi Agtas menilai tak ada urgensinya untuk melakukan kocok ulang pimpinan DPR. Menurut dia, lebih baik DPR melakukan perumusan Undang-Undang yang akan dimasukkan ke Prolegnas.

"Karena kocok ulang akan menimbulkan kegaduhan baru yang akhirnya akan memecah belah parlemen," kata Supratman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 17 Desember 2015.

Meskipun kocok ulang pimpinan DPR adalah hal yang sah, kata dia, ada hal penting yang harus dilakukan yaitu fokus bekerja untuk negara.

"Untuk sementara kita berpikir jauh lebih baik kita bekerja, meninggalkan perbedaan-perbedaan, kita menyatu. Berikan hak kepada Partai Golkar untuk menentukan siapa pengganti Setya Novanto," ujar Supratman.

Sementara, Anggota Komisi II DPR Sukiman mengatakan, jika mengacu pada UU MD3 sudah jelas bahwa pengganti posisi Setya Novanto menjadi sepenuhnya kewenangan partai Golkar.

"Saya pikir kita beri kesempatan dululah kepada teman-teman kita dari Golkar, untuk segera mungkin mengajukan itu (pengganti Setya Novanto)," ujar dia.

Dia menjelaskan, terkait wacana pergantian satu paket pimpinan DPR pada masa sidang ini merupakan hal yang mustahil.


"Kita kan harus berbicara secara rasionalitas, karena kalau kita lihat masa kerja kita kan tinggal 1 hari. Kalau itu (revisi UUMD3) dilakukan akan membuat lebih panjang (waktu)," jelas Sukiman.

Sebagai anggota Mahkamah Kehormatan Dewan, Sukiman memberikan apresiasi atas pengunduran diri Setya Novanto dari Ketua DPR.

"Sesuai dengan sikap kita yang independen dan profesional di dalam anggota MKD, kita menghargai dan memberikan apresiasi kepada pak Setya Novanto yang telah berjiwa besar mengundurkan diri," tutur dia.

Kata Sukiman, mayoritas anggota MKD telah memberikan sanksi sedang di mana sanksi yang dikenakan adalah diberhentikan dari pimpinan DPR tetapi tidak sebagai anggota DPR.

"Dengan sikap arif dan profesionalisme, kita melihat fakta dan data, kita mendengar terlapor dan saksi, ya itulah hasilnya yang bisa kita suguhkan," kata Sukiman.