Liputan6.com, Jakarta - Lucius Karus pengamat dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi)Â menilai kinerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tahun ini menjadi kinerja terburuk sejak reformasi tahun 1998. Sejumlah data dipaparkan untuk memperkuat pernyataan tersebut.
Salah satu aspek penilaian Formappi adalah minimnya kinerja DPRÂ untuk menghasilkan undang-undang sebagai fungsi legislasi lembaga tersebut. Kemampuan legislasi DPR tahun ini hanya tercatat 7,5 persen.
Baca Juga
"DPR hanya menghasilkan 3 undang-undang dari 40 RUU Prioritas 2015. Dengan kata lain hanya 7,5 persen. 2 undang-undang yang dihasilkan basisnya adalah Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu). Yaitu tentang Pilkada dan Pemda," ujar Lucius Karus di Jakarta, Minggu (20/12/2015).
Advertisement
Lucius menambahkan, selain 2 undang-undang yang dihasilkan DPR berbasis Perppu, DPR pun hanya menghasilkan undang-undang dari RUU Prioritas, yakni tentang UU Penjaminan.
Baca Juga
"Di luar itu, DPR menghasilkan 13 UU Kumulatif Terbuka. Ini adalah prestasi terburuk yang pernah dialami DPR pasca-Reformasi," kata Lucius.
Selain fungsi legislasi, Formappi juga menyoroti fungsi anggaran yang menjadi salah satu tugas DPR. Menurut Formappi, DPR terkesan mengutamakan kepentingan sendiri.
"Itu terlihat melalui alokasi anggaran rumah aspirasi, pembangunan 7 mega proyek DPR, dana pembangunan dapil, dan penaikan tunjangan anggota DPR," lanjutnya.
Bukan hanya fungsi anggaran, fungsi pengawasan DPR pun mendapat 'rapor merah' dari Formappi. Rekomendasi lunak dalam Raker menjadi sorotan utama.
"Raker menghasilkan rekomendasi lunak kepada Pemerintah, dari 40 Panja hanya 3 Panja yang selesai. Dan sisanya tak jelas kerja maupun hasilnya. Puluhan ribuan temuan BPK pun hanya sedikit yang ditindaklanjuti," pungkas Lucius.