Liputan6.com, Jakarta - Setya Novanto melepas jabatannya sebagai Ketua DPR. Pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti menilai, sidang dugaan pelanggaran kode etik oleh Setya di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) tidak bisa berhenti, sekalipun Setya sudah mengundurkan diri.
"Hingga saat ini status Novanto masih terlapor di MKD. Persidangannya tidak bisa berhenti," kata Ray Rangkuti dalam diskusi 'Dua Kali Menggelar Etik, Harusnya Golkar PAW Setya Novanto' di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (22/12/2015).
Ray mengaku memiliki sejumlah argumentasi, mengapa sidang Setya tidak bisa dihentikan begitu saja oleh MKD, sekalipun sudah mengundurkan diri dari Ketua DPR.
Argumentasi pertama, tidak ada ketentuan yang menyebutkan proses hukum terhenti jika seorang terlapor mundur dari jabatannya. Persidangan etik MKD hanya bisa dihentikan jika terlapor berhenti dari keanggotaannya sebagai anggota dewan.
"Faktanya Pak Setya hanya mundur dari posisi Ketua DPR, tapi masih menjadi anggota DPR," ujar Ray.
Argumentasi kedua, dia mengatakan, persidangan Setya Novanto harus dikaitkan dengan pelaporan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said.
Baca Juga
Menurut dia, Sudirman Said melaporkan ke MKD dalam kapasitas Setya sebagai seorang anggota dewan yang kebetulan menjabat Ketua DPR.
"Maka sekalipun Setya mundur dari kursi Ketua DPR, status Novanto saat ini masih sebagai anggota dewan dan laporan Sudirman Said tetap harus diproses MKD," ucap Ray.
Selain itu, Ray menilai pengunduran diri Setya tidak bisa dilakukan begitu saja. Sebab, proses pengunduran diri yang sah harus mampu menunjukkan surat persetujuan fraksi kepada MKD.
"Sejak kapan MKD jadi lembaga tempat orang mengirimkan surat pemberhentian dan dikatakan sah? Di mana proses sesorang menyatakan diri, apakah menyatakan langsung berhenti?‎ SK pemberhentian Setya di mana, apakah asumsinya ditandatangi Presiden atau tidak? MKD sudah atau tidak tembusan surat pernyataan Setnov diterima fraksi," tandas Ray Rangkuti.