Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) versi Muktamar Jakarta Djan Faridz mengancam akan melaporkan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly kepada Presiden Joko Widodo. Hal itu terkait penerbitan Surat Keputusan (SK) kepengurusan PPP.
Menurut dia, kepengurusan DPP PPP yang sah adalah hasil Muktamar Jakarta di bawah kepemimpinannya. Hal itu berdasarkan keputusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan Muktamar PPP di Surabaya tidak sah. Namun hingga saat ini, Yasonna belum menerbitkan SK kepengurusan Djan Faridz Cs.
"Kita akan laporkan ke presiden kalau sampai 2 teguran dari PTUN dan PN Jakpus sudah keluar, dan beliau (Yasonna) masih bersikeras tidak mengeluarkan pengesahan Muktamar Jakarta," ujar Djan di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa 22 Desember 2015.
Namun sebelum mengadukan persoalan itu ke Jokowi, kata Djan, pihaknya terlebih dahulu akan melayangkan surat ke PTUN dan PN Jakarta Pusat. Langkah itu dilakukan, agar PTUN dan PN Jakpus menegur Menkumham untuk segera menindaklanjuti putusan MA.
Baca Juga
"Nah kalau teguran dari PTUN dan PN Jakpus sudah keluar, dan beliau (Yasonna) belum juga mematuhi keputusan MA, berarti jabatan beliau luar biasa tingginya di atas Bapak Presiden, karena kebal hukum," kata dia.
Karena itu Djan mendesak agar Jokowi memberikan sanksi terhadap menteri yang dianggap tidak menghormati hukum. Sebab, dengan keluarnya putusan MA, seharusnya Menkumham langsung mengeluarkan SK untuk Djan Faridz dan menganulir SK untuk Romahurmuzy alias Romi yang terpilih sebagai Ketua Umum DPP PPP hasil Muktamar Surabaya.
Djan mengungkapkan pernah bertemu langsung dengan Yasonna terkait dualisme kepemimpinan PPP ini. Menurut dia, secara pribadi Yasonna merespons positif persoalan tersebut dan menyerahkan pada proses hukum yang berlaku.
"Sudah pernah bertemu beliau (Yasonna). Secara pribadi respon beliau baik, positif. Tapi yang negatifnya, tanda tangannya (SK kepengurusan PPP) yang belum," ucap Djan.