Liputan6.com, Banda Aceh - Pada 11 tahun peringatan tsunami Aceh, Wali Kota Bandung, Jawa Barat Ridwan Kamil terbang ke Negeri Serambi Mekah itu bersama keluarga dan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto. Pria yang karib disapa Kang Emil itu memiliki ikatan tersendiri dengan Aceh. "Aceh adalah rumah kedua saya. Sebut kami 3B, yaitu Banda Aceh, Bandung, dan Bogor," canda Ridwan Kamil saat menghadiri seminar nasional 'Pembangunan Berkelanjutan' dalam rangka memperingati 11 tahun musibah gempa dan tsunami Aceh di gedung AAC Dayan Dawood, Banda Aceh, Aceh, Sabtu (26/12/2015).Di kota tersebut, dia teringat lagi masa-masa tersulit saat mendesain Museum Tsunami.
Kala itu Ridwan belum menduduki kursi wali kota. Museum Tsunami Aceh mulai dibangun pada 2007 dan diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 27 Februari 2009. 3 bulan kemudian, museum resmi dibuka untuk umum pada 8 Mei 2009.Ridwan mengaku menangis saat mendesain bangunan megah seluas 2.500 meter persegi itu. Itu adalah pekerjaan tersulit selama hidupnya."Dari ratusan proyek yang sudah saya lakukan, desain Museum Tsunami yang paling sulit," ujar dia.
Baca Juga
Baca Juga
Pada kehadirannya di Aceh kali ini, baik Ridwan Kamil dan Bima Arya tampak menggunakan Kopiah Meukeutop khas Aceh berbalut setelan kemeja putih.
Advertisement
Pada malam hari nanti, Ridwan Kamil juga dijadwalkan akan menghadiri peluncuran buku fotografer Aceh, Bedu Husaini yang merekam detik-detik terjadinya gempa dan tsunami Aceh. Acara tersebut akan dilangsungkan di pelataran Museum Tsunami Aceh.Sementara itu Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa’adudin Djamal memaparkan, pembangunan Aceh pasca-tsunami terus dikebut."Banda Aceh juga akan membangun media center di mana mengadopsi seperti yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung," ujar Illiza.
Museum Tsunami Aceh dirancang oleh arsitek asal Indonesia Ridwan Kamil. Bangunan ini merupakan sebuah struktur empat lantai dengan luas 2.500 meter persegi. Dinding lengkungnya ditutupi relief geometris.
Di dalamnya, kita akan dibawa masuk melalui lorong sempit dan gelap di antara dua dinding air yang tinggi. Arsitektur ini untuk menggambarkan kembali suasana dan kepanikan saat tsunami. Dinding museum juga dihiasi gambar orang-orang menari Saman -- simbol kereligiusan masyarakat Aceh.
Sementara atapnya membentuk gelombang laut. Dan pada lantai dasarnya mirip rumah panggung Aceh. Di dindingnya tercantum nama-nama korban tsunami Aceh pada 2004 lalu.