Liputan6.com, Yogyakarta - Puluhan warga yang tergabung dalam perkumpulan Sambung Roso Jowo Suriname (SRJS) mengadakan pertemuan perdana di Yogyakarta, Minggu kemarin.
Pertemuan ini untuk membangun komunikasi antara orang Jawa di Pulau Jawa dengan warga Suriname keturunan Jawa.
Â
Dalam pertemuan ini, 2 warga Suriname direncanakan hadir. Namun saat ini pesawat yang mengangkut mereka masih tertahan di Kalimantan, sehingga belum tiba di Yogyakarta. Â
"Ini kopdar (SRJS) pertama kali di Yogya. Yang jelas ini akan berlanjut. Anggota banyak, hari ini harusnya ada dua dari Suriname tapi pesawatnya delay. Di Suriname anggota kami sudah ada 35.000," ujar Ketua panitia pertemuan SRJS Lilis Surani di RM Sendang Ayu, Yogyakarta, Minggu (27/12/2015).
Â
Baca Juga
Meski sudah terpisah lebih dari ratusan tahun dan dalam jarak yang jauh, tapi kata Lilis, hubungan orang Jawa di Indonesia dengan orang Jawa di Suriname terjalin baik. Berbagai pertemuan serupa pernah dilakukan di beberapa tempat di Indonesia. Hasilnya, bahasa Jawa mempersatukan mereka.
"Mereka pakai Jowo Ngoko (kasar) ngga bisa halus. Mereka ada yang sudah generasi ke tiga dan ke-4. Mereka sudah 125 tahun di sana. Hubungan terjalin dengan bahasa Jawa," ujar dia.
Menurut Lilis, perkumpulan Sambung Roso ini bertujuan melestarikan budaya Jawa agar tidak hilang. Terutama tentang adat sopan santun khas Jawa, tetap dilanjutkan kepada generasi selanjutnya.
Pada pertemuan ini tampak hadir maestro keroncong, Waldjinah.
"Visi misi untuk nguri-nguri budaya Jawa. Budaya Jawa jangan ditingalkan misal lewat didepan orang tua, ya bilang nderek langkung. Anak-anak disayangi. Habis bangun tidur berdoa, duduk jangan di depan pintu. Orangtua harus jembatani kenapa tidak boleh duduk di depan pintu," papar Lilis.
Advertisement
Â
Waljinah Diva Suriname
Waljinah sendiri mengaku punya ikatan kuat dengan Suriname. Menurut dia, orang Suriname sangat mengenal lagu-lagu keroncong yang dibawakannya. Bahkan saat pertama kali ke Suriname, hampir seluruh rakyat Suriname keturunan Jawa mengelu-elukan namanya.
Waljinah menyebut, orang Suriname sangat santun dan ramah. Ia ke Suriname pada 1972 dan tinggal sebulan di negara itu. Selama itu pula ia mendapat jatah tur keliling Suriname, sehingga tahu hampir seluruh sudut kota Suriname. Uang hasil manggung selama sebulan ia pakai membangun rumah di Solo.
"Kita latihan sekitar satu bulan karena di sana tidak ada keroncong. Lalu tur ke kampung-kampung. Waktu itu saya dapat uang satu juta dan beli rumah dan saya tinggali sampai sekarang," ungkap Waljinah, Minggu (27 Desember 2015).
Waljinah bercerita, orang Suriname menganggap dirinya hampir seperti diva. Bahkan orang Suriname menamai sebuah jalan di sudut kota Jalan Waljinah. Jalan Waljinah ini berada di kota lama Suriname, berdekatan dengan monumen orang Jawa. Monumen itu sebagai penanda pertama kali orang Jawa datang ke negara itu.
"Waktu itu di kota lama ada Jalan Waljinah. Sekarang suwung (sepi). Itu juga ada monumen orang Jawa. Jadi, pertama midun dari kapal di sana. Di sana tinggal puing-puing sekarang," ujar dia.
Satu lagi kenangan Waljinah di Suriname, yakni menjadi saksi dua pemusik yang dia bawa dari Jawa tertinggal di sana. Dua pemusik yaitu pemain biola dan penyanyi hingga saat ini masih di Suriname dan hidup di sana. Mereka menjadi guru dan mengajarkan musik keroncong di Suriname.
Menurut Waljinah, orang Jawa di Suriname sangat ramah, rukun, dan sopan. Pernah saat ia sedang nyanyi, ada menteri datang ke tempatnya. Karena terlambat, menteri itu mengambil kursi sendiri dan duduk di tempat penonton.
"Jadi ada menteri, pas ada acara dia agak telat jadi dia ambil kursi lipat sendiri. Biasa saja kayak warga biasa. Andai pejabat kita kayak gitu ya," ucap Waljinah terkekeh.
Advertisement