Liputan6.com, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah membekukan dana lebih dari Rp 2 miliar yang berasal dari 26 rekening. Rekening itu milik terduga teroris ataupun organisasi teroris yang tercantum dalam daftar PBB.
"Total itu berasal dari 364 individu yang terdaftar sebagai teroris dari PN Jakarta Pusat dan ada 17 entitas yang nilainya mencapai Rp 2 miliar, yang berhasil dibekukan," ujar Ketua PPATK Muhammad Yusuf Ali di kantornya, Senin 28 Desember 2015.
Langkah PPATK ini menurut Yusuf, juga didukung dengan keberadaan Peraturan Bersama mengenai pencantuman indentitas orang dan korporasi dalam daftar terduga teroris dan organisasi teroris.
Berdasarkan hasil analisis instansinya bersama PPATK Australia, kata Yusuf, terungkap seorang berinisial L, yang diduga melakukan pendanaan kepada sejumlah teroris di Indonesia.
"Ada salah satu contoh inisial L, dia ini mendapatkan donatur dari luar negeri. Di mana dana tersebut kemudian didistribusikan," ungkap Yusuf.
Meski demikian, menurut dia, dana tersebut tidaklah besar, sebab banyak diberikan dalam bentuk tunai. Hal inilah yang membuat penelusuran dana akan menjadi lebih sulit.
"Dananya tidak begitu besar, kemungkinan dana itu disebar melalui bentuk cash, tapi jumlahnya meningkat di setiap tahunnya," ujar Yusuf.
Baca Juga
Disebarkan Melalui Yayasan
Yusuf pun mengungkapkan, dana tersebut disebarluaskan melalui sejumlah yayasan. Baik yayasan sosial, berbasis agama dan lainnya. Dia pun mengungkap ada salah satu yayasan di Jakarta menjadi basisnya.
"Ada satu masuk ke yayasan. Yayasan keagamaan, yayasan sosial. Di mana salah satunya berada di Jakarta. Jadi semua lini itu ada oknumnya. Di negeri ini kalau kita tidak bergandengan tangan melawan kejahatan kita begini terus," ungkap dia.
Sementara, Wakil Ketua PPATK Agus Santoso mengungkap dana dari yayasan itu, disebarluaskan melalui rekening orang asing yang ada di Indonesia, dan juga beberapa keluarga teroris.
"Kan ada buka rekening tabungan orang asing. OJK kan memudahkan, karena itu kita minta agar lebih diperhatikan. Karena jika orang asing itu buka, ada kerawanan baru. Ada juga melalui rekening untuk menyantuni istri, janda-janda, dan anak teroris," ungkap dia.
Selain itu Agus juga mengatakan aliran dana teroris dari tahun ke tahun semakin meningkat.
"Dulu waktu 3 tahun, aliran dana dari ATM itu cuma Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu saja. Sekarang mereka punya usaha, usaha garmen, jual buku, jual (obat) herbal. Bahkan katanya ada yang jual bahan kimia," tegas dia.
Karena itu, menurut Agus, perlu ada langkah komprehensif untuk menangani kasus ini bersama. "Jadi tak bisa main memutus aliran uang, tapi perlu ada pembinaan untuk keluarga mereka," ujar Agus.