Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat dihebohkan dengan maraknya penjualan terompet berbahan sampul Alquran jelang perayaan tahun baru 2016. Kasus tersebut menuai beragam reaksi dari sejumlah elemen masyarakat. Sebagian besar masyarakat resah terhadap munculnya fenomena tersebut.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengungkapkan, ada 2 hal yang menjadi pemicu munculnya kasus terompet Alquran ini. Pertama, yakni akibat rendahnya pemahaman masyarakat terhadap ajaran agama.
"Masyarakat merasa bahwa itu bukan masalah. Sehingga tanpa pikir panjang menggunakan bahan sisa mushaf (Alquran) sebagai terompet," ujar Mu'ti di Kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (30/12/2015).
Baca Juga
Selain itu, kata Mu'ti, kasus tersebut juga terjadi akibat lemahnya pembinaan keagamaan khususnya Kementerian Agama (Kemenag) dan lembaga-lembaga terkait terhadap masyarakat. Juga terkait kontrol Kemenag terhadap percetakan pemenang tender yang mencetak Alquran.
"Saya dapat info bahwa bahan terompet itu ada yang menyebut Alquran terbitan Kemenag. Itu berarti kontrol Kemenag terhadap percetakan Alquran sangat rendah," ucap dia.
Advertisement
Sehingga, lanjut dia, sampel percetakan atau bahan yang tak terpakai itu disalahgunakan karena minimnya pengawasan.
"Mungkin saja penerbit-penerbit tertentu menjual itu kepada masyarakat yang membeli kertas berkas, karena harganya murah kemudian dipakai bahan produksi terompet," papar Mu'ti.
Karena itu, Muhammadiyah meminta agar persoalan tersebut tidak disikapi secara berlebihan. Sebab, tidak semua penjual terompet dengan sengaja menggunakan bahan sampul Alquran untuk menistakan agama.
"Apalagi sampai ada penangkapan penjual terompet dan sebagainya. Karena itu kita harus lakukan kontrol dan kritik diri khususnya kepada pemimpin agama dan juga Kemenag untuk lebih intensif melakukan pembinaan agama kepada masyarakat khususnya umat Islam," tandas Mu'ti.