Liputan6.com, Jakarta - Partai Golkar dikabarkan akan menjadi partai yang tidak terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) alias partai politik ilegal per 1 Januari 2016.
Dikonfirmasi, Ketua DPP Partai Golkar versi Munas Bali Rembe Kamarulzaman enggan menanggapi perihal isu tersebut. Sebab, ia mengaku tidak ingin makin memperkeruh kondisi Golkar yang hingga kini belum juga selesai konflik dualisme kepengurusan, meski sudah ada putusan Mahkamah Agung (MA).
"Enggak usah ditanggapi yang begitu-begitu," kata Rambe kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu 30 Desember 2015.
Ketua Komisi II DPR ini mengatakan, menyesalkan sikap kedua kubu Golkar yakni pimpinan Aburizal Bakrie dan Agung Laksono‎ yang masih enggan bersatu. Padahal menurut dia, jika kedua kubu saling membuang ego, islah bisa segera terlaksana dan Golkar kembali bersatu.
"Harusnya kan sudah bisa beres, panjang-panjang kayak begini kan capek.‎ Sudah capek saya," ujar Rambe.
Sementara Bendahara Umum Partai Golkar versi Munas Bali Bambang Soesatyo, mengimbau agar orang yang membuat isu Golkar ilegal itu belajar Undang-Undang Partai Politik.
"Yang begituan dipercaya‎, suruh belajar lagi," ucap pria yang akrab disapa Bamsoet tersebut.
Putusan Mahkamah Agung (MA) terkait konflik kepengurusan Partai Golkar berimbas pada berlakunya Surat Keputusan (SK) Munas Riau 2009, dimana SK Riau 2009 oleh PTUN dan dikuatkan putusan MA bahwa kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Riau 2009 sebagai kepengurusan yang sah, dan pada hari ini, (31/12/2015), masa kepengurusannya sudah habis.
‎Sedangkan sesuai putusan MA, tidak satupun kepengurusan hasil munas Golkar Bali maupun Ancol yang kepengurusannya diakui oleh pemerintah. Ini artinya, SK Menkumham yang mencatatkan kepengurusan Golkar Munas Ancol sudah dibatalkan MA dengan dasar adanya perbuatan melawan hukum, dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly diperintahkan MA untuk mencabut SK kepengurusan Munas Ancol yang dipimpin Agung Laksono.
Baca Juga
Sementara itu, Ketua DPP Golkar versi Munas Ancol Ace Hasan berujar, Golkar masih memiliki legalitas hukum hingga 2016. Hal tersebut mengacu pada SK Menkumham ‎yang mengakui kepengurusan Golkar kubu Agung Laksono.
Meskipun MA telah membatalkan SK Menkumham kepengurusan Golkar Munas Ancol itu,‎ namun menurutnya hingga kini Menkumham belum mencabut juga SK tersebut.
"Saya kira tidak tepat dikatakan Golkar tidak memiliki legalitas, karena sekalipun MA telah memutuskan itu tapi faktanya sampai saat ini Menkumham belum mencabut SK kepengurusan Pak Agung. Saya kira Golkar masih memiliki legalitas di lembaga negara, jangan memiliki pandangan Golkar tidak legal," ujar Ace Hasan.
Namun demikian, Ace mengatakan,‎ akan berbeda kondisinya jika Menkumham mencabut SK kepengurusan Golkar kubu Agung Laksono. Ia pun mengimbau, selama Menkumham belum mencabut SK tersebut, semua pihak lain tidak berspekulasi tentang legalitas Golkar.
"Kecuali ini SK besok dicabut maka lain ceritanya, selagi belum dicabut maka Pak Agung Ketum Golkar yang sah.‎ Maka solusinya yang telah disampaikan kubu kami dan Pak Akbar segera menggelar Munas ini," kata Ace.
Golkar Tak Akan Bubar‎
Kuasa Hukum Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie atau Ical, Yusril Ihza Mahendra menyatakan, ‎Golkar tidak akan bubar karena MA belum juga memutuskan perkara kasasi yang diputuskan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan Pengadian Tinggi Jakarta yang memenangkan gugatan kubu Munas Bali.
Sebab, putusan PN Jakarta Utara yang dikuatkan oleh PT Jakarta itu berlaku serta merta meski ada banding dan kasasi.
Putusan itu menyatakan, penyelenggaraan Munas Bali adalah sah dan kepengurusan yang dihasilkannya juga sah.
"Sebaliknya, penyelenggaraan Munas Ancol adalah tidak sah, demikian pula kepengurusan yang dihasilkannya Agung Laksono cs dilarang melakukan kegiatan apapun mengatasnamakan DPP Golkar," kata Yusril melaui siaran persnya.
Menurutnya, Putusan PN Jakarta Utara yang dikuatkan oleh PT Jakarta itu juga menegaskan bahwa sampai ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang bersifat tetap (inkracht), maka kepengurusan DPP Golkar hasil Munas Riau adalah kepengurusan DPP Golkar yang sah. Sebab, isi putusan serta merta ini sangat jelas dan tidak perlu diplintir oleh siapapun juga.
"Putusan pengadilan ini justru diambil untuk mencegah terjadinya kevakuman pengurus DPP Golkar apabila putusan inkracht belum keluar sampai 31 Desember 2015, tanggal berakhirnya mandat Pengurus DPP Golkar hasil Munas Riau sebagaimana juga telah disahkan Menkumham," ujar Yusril.
Sebab itu, tambahnya, tidak ada alasan mengatakan kalau tidak ada putusan MA setelah 31 Desember, Golkar bubar atau ilegal. Melainkan, partai hanya bisa dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dengan alasan-alasan tertentu.
"Jangankan bubar atau ilegal, kevakuman kepengurusan DPP Golkarpun tidak akan terjadi dengan putusan serta merta yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan dikuatkan oleh PT Jakarta, dan kini tengah menunggu putusan tingkat kasasi," kata Yusril.
Advertisement
Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tanjung mengatakan, masa berlaku kepengurusan Munas Riau akan berakhir pada 31 Desember 2015. Padahal, hasil putusan kasasi perselisihan internal Partai Golkar di Mahakamah Agung menetapkan kepengurusan Partai Golkar kembali ke munas Riau. Sehingga, pada 1 Januari 2016 nanti Golkar tak memiliki kekuatan hukum.
"Karena itu, perlu segera melaksanakan Munas pada awal 2016," ujar Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung, Selasa 29 Desember 2015.
"Sebagai senior dan tokoh Golkar, kami akan mengambil langkah aktif mempelopori gerakan konsolidasi kepada seluruh pihak menuju Munas 2016," sambung Akbar.