Liputan6.com, Jakarta - Kader Partai Golkar kubu Munas Jakarta menilai, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly konsisten dalam menyikapi dualisme kepemimpinan di tubuh partai berlambang pohon beringin itu. Pascadicabutnya Surat Keputusan (SK) Menkumham untuk DPP Golkar hasil Munas Ancol, juga tidak menerbitkan SK untuk DPP Golkar hasil Munas Bali.
"Artinya pemerintah atau Kemenkumham dalam hal ini konsisten dalam penyelesaian kisruh/konflik Golkar ini tetap mempedomani UU Partai Politik. Pemerintah hanya akan menerbitkan SK Kepengurusan DPP pascadicabutnya SK Munas Ancol hanya melalui mekanisme internal (AD/ART)," kata politikus Golkar Agun Gunandjar di melalui pesan tertulisnya kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (5/1/2016).
Anggota Komisi I DPR itu mengatakan, mekanisme internal dalam AD/ART Partai mengatur tentang rapat dan musyawarah untuk tingkat pusat, yaitu ada rapimnas dan munas. Hal ini dapat dilakukan bila kedua kubu lebih mengedepankan keselamatan dan keutuhan partai daripada ego semata.
Baca Juga
"Namun apabila keduanya belum berpikir yang sama dapat meminta Mahkamah Partai untuk menyelesaikan konflik ini bukan lagi antara antara Munas Bali dan Munas Ancol. Akan tetapi konflik atau klaim kepengurusan DPP di internal hasil Munas Riau, yang masih belum dapat bersatu kembali dalam DPP hasil Munas Riau," ujar Agun.
Agun mengatakan, Kemenkumham bertindak tepat, yaitu masa depan Golkar diserahkan sepenuhnya pada mekanisme internal. Sehingga, tidak sepatutnya menyalahkan dan menyudutkan Kemenkumham, dan mencari kambing hitam pada kekuatan di luar Golkar.
"Ini masalah internal Golkar yang tidak menjalankan mekanisme internal secara demokratis, tidak jujur dan tidak patuh pada AD/ART dan UU Parpol yang menyatakan kedaulatan tertinggi ada di tangan anggota, bukan para elite nya, apalagi ditempuh dengan cara cara yang penuh rekayasa dan oligarkis, dengan metode Stick and Carrot," tutur Agun.
Menurut Agun, banyak tantangan yang akan dihadapi Golkar ke depan. Partai akan selamat memasuki Pilkada 2017, Pileg dan Pilpres pada 2019 bila bersatu, demokratis, regeneratif melalui musyawarah nasional (munas).
"Pandangan ini didasarkan atas pandangan dan pikiran para tokoh, sepuh, pinisepuh, pengamat, pencinta, pendukung dan sejumlah tokoh anak anak muda Golkar yang meyakini bahwa mekanisme hukum tidak akan pernah mampu dan bisa menyelamatkan persatuan dan kesatuan di antara segenap kekuatan partai," Agun menandaskan.
Advertisement