Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) mengeluarkan rapor evaluasi kinerja instansi pemerintah seperti kementerian. KemenPANRB menyatakan, evaluasi tersebut dilakukan setiap tahun dan berlangsung sejak 2006. Evaluasi ini dilakukan secara independen terhadap lembaganya, bukan pimpinan instansi.
"Kami bicara kementerian, bukan menteri, kami bicara mengenai organisasi. Evaluasi ini bukan dilakukan untuk menilai kinerja menteri atau pimpinan instansinya, tetapi untuk mengevaluasi kinerja organisasi untuk menunjukkan sampai sejauh mana dan posisinya," ujar Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas, dan Pengawasan Aparatur Kementerian PANRB, M Yusuf Ateh, di kantornya, Selasa 5 Januari 2015.
Ateh mengatakan, evaluasi juga bukan untuk mengejar nilai. Sebab, tujuan utamanya untuk peningkatan akuntabilitas kinerja, sehingga setiap uang yang dibelanjakan pemerintah dapat dipertanggungjawabkan dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
Baca Juga
Karena itu, evaluasi tersebut dilakukan secara independen, seperti halnya yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memberikan opini atas laporan keuangan instansi pemerintah.
"BPK melakukan audit sendiri atas seluruh kementerian/lembaga serta pemda, sedangkan laporan keuangan BPK diaudit dan diberi opini oleh kantor akuntan publik," ujar Ateh
Ateh menambahkan, demikian juga dengan evaluasi akuntabilitas kinerja Kementerian PANRB, tidak dilakukan sendiri, tetapi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung menyatakan Presiden Joko Widodo tidak pernah memerintah Menteri (PANRB) Yuddy Chrisnandi untuk menyampaikan hasil evaluasi kinerja menteri yang dilakukan Kemen PAN-RB kepada publik.
Â
Pramono mengakui, hasil evaluasi kinerja kementerian dan lembaga yang dilakukan Kemen PAN-RB telah disampaikan kepada Presiden Jokowi dan para anggota kabinet lainnya. Namun, hal tersebut disampaikan dalam forum tertutup.
"Jadi apa yang dilakukan Menteri Yuddy adalah bentuk dari kreativitas Yuddy," ujar Pramono di Istana.
Advertisement
Skor KemenPANRB
Kepala BPKP Ardan Adi Perdana mengatakan, sesuai dengan ketentuan, BPKP sudah melakukan evaluasi terhadap akuntabilitas kinerja Kementerian PANRB secara independen, tanpa intervensi dari pihak manapun.
Pelaksanaan evaluasi tersebut mengacu pada pedoman dan standar yang berlaku untuk mengevaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah lainnya.
"Hasilnya, nilai akuntabilitas kinerja Kementerian PANRB pada tahun 2015 mengalami penurunan, dari 77,35 tahun 2014 menjadi 77,00," ujar Ardan saat dihubungi via telepon seluler, Selasa 5 Januari 2015.
Dengan skor itu, Kementerian PANRB mendapat nilai BB bersama 20 kementerian/lembaga lainnya. Nilai BB tidak dikenal dalam evaluasi tahun-tahun sebelumnya. Tahun lalu, dengan skor 77,35, Kementerian PANRB meraih nilai A. Ini disebabkan standar penilaian berubah, yakni 75 – 85 masuk kategori A.
Sementara tahun 2015, nilai A diperuntukkan bagi instansi pemerintah dengan skor 80 – 90, sementara yang skornya 70 – 80 masuk kategori BB. Konsekuensinya, hanya ada 4 K/L yang mendapatkan nilai A, dan sebanyak 21 K/L meraih nilai BB.
Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas, dan Pengawasan Aparatur Kementerian PANRB M Yusuf Ateh menjelaskan, evaluasi akuntabilitas kinerja sudah dilakukan kepada seluruh instansi pemerintah sejak berlakunya Undang-Undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Evaluasi tersebut dilakukan sebagai upaya untuk membangun clean and good goverment. Kementerian PANRB, lanjut Ateh, sangat concern untuk membangun transparansi dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, termasuk pertanggungjawaban penggunaan anggaran.
"Bagaimana tingkat pertanggungjawaban setiap instansi pemerintah dari penggunaan anggarannya, karena semua program kegiatan pemerintah yang menggunakan anggaran negara harus dipertanggungjawabkan," kata Ateh.
Advertisement
Gandeng Kemendagri
Dalam melaksanakan evaluasi, Kementerian PANRB tidak sendiri, tetapi bersama dengan BPKP, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), serta Inspektorat Provinsi. Sesuai dengan PP No 8/2006 tentang Kewajiban Melaporkan Akuntabilitas Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, para evaluator itu diamanatkan untuk berkoordinasi.
Selain itu, menurut PP No 24/2010 tentang Sistem Akuntabilitas Instansi pemerintah (SAKIP), perlu dilakukan koordinasi Kementerian PANRB, Kemendagri, dan BPKP.
Evaluasi itu tidak dilakukan dengan sembarangan, karena harus dilakukan sesuai pedoman yang sudah ditetapkan. Pedoman Evaluasi Akuntabilitas Kinerja disusun bersama-sama dengan melibatkan Kementerian Keuangan, Bappenas, dan Kemendagri, karena substansinya sejalan dengan UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional, dan UU Otonomi daerah serta Peraturan Pemerintah (PP) turunannya.
Ateh menjelaskan, indikator utama dalam evaluasi yang dilakukan adalah, pertama, perencanaan kinerja yang akan dilihat secara komprehensif atau berkelanjutan. Perencanaan kinerja di dalamnya mencakup rencana strategis, penganggaran kinerja, serta perjanjian kinerja.
Dalam hal ini, penilaian dilakukan untuk mengetahui sejauh mana suatu instansi pemerintah telah membuat perencanaan program yang memberikan manfaat atau hasil atas penggunaan anggaran yang dialokasikan. Anggaran berbasis kinerja bermakna bahwa uang itu ada setelah perencanaannya jelas.
"Jadi mau mencapai apa, baru uangnya ada. Setelah itu, kami akan sampaikan rekomendasi perbaikannya," jelas Ateh.
Kedua, pengukuran kinerja yang menggambarkan tolok ukur keberhasilan instansi pemerintah. Jadi setiap instansi harus memiliki ukuran kinerja yang jelas.
Ketiga, pelaporan kinerja, di mana setiap instansi pemerintah harus mampu menjelaskan kinerjanya sesuai anggarannya kepada masyarakat, stakeholder dan pihak berkepentingan lainnya. Keempat, evaluasi kinerja internal yang mencakup upaya-upaya untuk mengidentifikasi kendala dan merumuskan perbaikan secara komperhensif.
Terakhir, lanjut Ateh, capaian kinerja, yang merupakan outcome, yakni hasil yang mampu dipertanggungjawabkan. Jadi instansi pemerintah harus berorientasi pada hasil (result oriented government), bukan sekedar proses.