Sukses

Megawati dan Puan Hadiri Penobatan Paku Alam X

Megawati dan Puan duduk di samping Sultan HB X dan GKR Hemas.

Liputan6.com, Yogyakarta - Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri beserta putrinya, Puan Maharani menghadiri upacara penobatan (jumenengan) Paku Alam X yang berlangsung sejak pukul 05.00 WIB tadi. Tak berapa lama, pusaka Pakualaman seperti Kyai Buyut dan Kanjeng Paku Baru keluar dari dalem Pakualaman.

Mega hadir mengenakan kebaya berwarna biru dan rambut disanggul. Di sampingnya duduk Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani yang mengenakan kebaya encim berwarna putih yang dipadu dengan kain berwarna merah muda. Rambut Puan juga disanggul tapi dengan gaya lebih modern.

Kedua ibu dan anak itu datang pukul 08.40 WIB. Mereka kemudian duduk di samping Sultan Hamengkubuwono X dan istri. Tidak lama kemudian prosesi di Bangsal Sewotomo berjalan. KBPH Prabu Suryodilogo masuk ke bangsal setelah bersemedi dan langsung duduk di sebelah kursi singgasana, menunggu waktu penobatan.

 



Sosok Sederhana

Seniman Yogyakarta Djaduk Ferianto yang ikut hadir dalam acara tersebut mengatakan, Paku Alam X adalah sosok yang sederhana dan cerdas. Ia menjadi pemangku adat sehingga adat dan tradisi Yogyakarta dapat terjaga. Selain itu, Paku Alam X juga dinilai sebagai orang yang senang bekerja.

"Saya mengerti dia sederhana dan itu menujukkan kualitas yang cerdas. Dia sebagai pemangku adat. Dia simbol yang tidak pamrih dan langsung bekerja," ujar Djaduk, Kamis 7 Januari 2016.

Ia memandang sosok Paku Alam X seperti ayahandanya, Paku Alam IX, yang lebih suka bekerja tanpa banyak omong. Karena itu, Djaduk berharap Paku Alam X dapat mengemban jabatannya dengan baik agar rakyat bisa menikmati hasilnya.

"Tipe ini dibutuhkan rakyat dan tidak banyak cocot (banyak bicara). Ini tinggalan ayahanda almarhum bagaimana tidak banyak omong. Mas Bimo (panggilan Prabu Suryodilogo) low profile," ujar dia.

Djaduk berharap, jumenengan Paku Alam X ini dapat menjadi perekat keluarga di Pura Pakualaman sehingga tidak terjadi lagi kisruh di dalam Pakualaman.

"Satu potret adat pasti berjalan. Dia simbol pemangku adat. Mudah mudahan jangan kisruh di internal," Djaduk berharap.