Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Supersemar melayangkan gugatan balik kepada negara terkait putusan Mahkamah Agung yang memutuskan mengeksekusi aset milik yayasan tersebut. Gugatan pun telah dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pengacara Yayasan Superseman, Deny Kailimang mengatakan alasan pihaknya menggugat balik negara adalah adanya perbedaan jumlah aset yang telah diaudit Kejagung pada tahun 2000 lalu dengan jumlah aset yang akan dieksekusi sebesar Rp 4,4 triliun.
Baca Juga
"Pada tahun 2000 itu sudah pernah diaudit kejaksaan Agung harta yayasan. Jadi hartanya itu setelah diaudit ternyata keluar angka untuk pelaksanaan Peraturan Pemerintah itu untuk BUMN/BUMD itu kita cuma dapat kurang lebih Rp 389 miliar. Jumlah yang kita terima dari BUMN itu. Sedangkan putusannya itu kan (denda) berapa triliun kan," kata Deny saat dihubungi di Jakarta, Kamis (7/12/2015).
Advertisement
Baca Juga
Kemudian, lanjut Deny, Kejagung selaku Pengacara Negara diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan memblokir rekening-rekening milik yayasan.
"Sudah diblokir oleh kejaksaan. Jaksa selaku kuasa tidak boleh karena ini perkara di pengadilan. Jaksa tidak punya kewenangan," ucap dia.
Deny berharap Kejagung mencabut pemblokiran terhadap rekening-rekening milik yayasan.
"Makanya kita lakukan perlawanan. Melakukan gugatan kembali kepada negara Republik Indonesia karena angkanya (denda) itu kejaksaan yang tidak benar. Kita sudah daftar itu, mungkin sidangnya tanggal 14 Januari nanti," terang Deny.
Berdasarkan salinan putusan Mahkamah Agung, Yayasan Supersemar diputus bersalah karena sempat menyalurkan dana ke sebuah bank dan 7 perusahaan. Bank yang sempat menerima dana dari Yayasan Supersemar adalah Bank Duta.
Pada Putusan MA Nomor 2896 K/Pdt/2009 disebutkan, Bank Duta sempat menerima uang sejumlah US$ 420 juta. Yayasan Supersemar juga tercatat pernah memberi dana sebesar Rp 13 miliar kepada PT Sempati Air, sebuah maskapai yang kini sudah bangkrut.
Selain itu, Supersemar sempat menyalurkan dana sebanyak Rp 150 miliar ke PT Kiani Lestari dan PT Kiani Sakti.
Masih dalam putusan yang sama, MA mencatat Yayasan Supersemar pernah memberi dana Rp 12 miliar kepada PT Kalhold Utama, Essam Timber, dan PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri.
Terakhir, MA menyebut Yayasan Supersemar bersalah karena pernah memberi uang sejumlah Rp 10 miliar ke Kelompok Usaha Kosgoro pada akhir 1993.
Atas semua itu, Yayasan Supersemar divonis bersalah oleh PN Jakarta Selatan pada 28 Maret 2008. Putusan PN Jakarta Selatan itu dikuatkan dengan vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada tingkat banding pada 19 Februari 2009.
Keberatan dengan putusan itu, Supersemar mengajukan kasasi ke MA pada Oktober 2010. Namun kasasi Yayasan Supersemar tidak diterima sepenuhnya oleh MA.
MA menerima sebagian permohonan pemerintah, namun jumlah nominal denda yang harus dibayar Supersemar salah ketik dalam putusan tersebut.
Dalam putusan, tertulis denda yang harus dibayar Supersemar adalah 75 persen dari Rp 185 juta. Padahal yayasan itu seharusnya membayar 75 persen dari Rp 185 miliar, atau Rp 139 miliar kepada negara.
Atas kasasi itu, Kejaksaan Agung mengajukan peninjauan kembali (PK) pada September 2013, yang juga diikuti PK Yayasan Supersemar. MA akhirnya mengabulkan PK negara dan menolak PK Supersemar sehingga mereka mesti membayar denda sebesar Rp 4,4 triliun lebih pada tahun ini.