Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda menyarankan agar DPR menunda untuk melantik politisi Golkar Ade Komaruddin sebagai Ketua DPR pada Senin 11 Januari 2016. Sebab, sampai saat ini internal partai berlambang beringin itu masih tidak solid.
"Menurut saya sebaiknya ditunda dulu, ditunda biar Golkarnya tuntas kemudian ada keputusan definitif dan itu akan lebih aman buat Golkar," kata Hanta di Jakarta, Sabtu (9/1/2016).
"Soal ini, ini akan dipersoalkan keabsahan. Muncul suara tentang ini. Kepengurusannya belum tuntas. Fraksinya akan mempengaruhi, kan fraksi kepanjangan tangan partai. Nah fraksi mengusulkan nama untuk Ketua DPR, itu akan dipersoalkan secara legalitas," tambah dia.
Advertisement
Hanta juga menuturkan agar masalah kepengurusan di Golkar dapat selesai, perlu dilangsungkan musyawarah nasional (munas). Dengan catatan, pihak yang berkompetisi dalam munas itu harus menerima bila keluar sebagai pihak yang kalah.
"Jika ingin selesai adakan satu lagi munas. Apakah namanya itu munaslub atau munas. Agar konfliknya dilakukan secara terlembaga kemudian di sana dilakukan secara terbuka dan menerima," kata Hanta.
Baca Juga
"Pemilihan ketum baru, yang kalah ya sudah, seperti di Bali tahun 2004 Jusuf Kalla menang dan Akbar Tandjung kalah, kemudian Akbar menerima. Kemudian di 2009 Surya Paloh dan ARB, yang menang ARB dan Surya Paloh bikin Nasdem," tambah dia.
PDIP Tak Hadiri Paripurna
Ketua DPR yang baru Ade Komarudin akan dilantik pada 11 Januari 2016. Pengganti Setya Novanto itu akan dikukuhkan menjadi pimpinan DPR pada rapat paripurna pembukaan masa sidang.
Penolakan pelantikan telah disuarakan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Seluruh anggota Fraksi PDIP pada 11 Januari 2016 tak akan mengikuti sidang paripurna itu.
"Hari Senin itu kami juga melakukan rakernas karena selesainya baru tanggal 12 Januari (Selasa)," kata Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto di Jakarta, Jumat 8 Januari 2016.
PDIP pun berencana akan memberikan surat kepada Pelaksana Tugas Pimpinan DPR terkait ketidakhadirannya dalam sidang paripurna itu.